MAGABUDHI_Semarang, 30 Desember 2014.
Dalam rangka memperingati 5 tahun wafatnya KH Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gus Dur, pada 30 Desember 2014 malam Pandita Magabudhi diundang oleh “Perkoempoelan Boen Hian Tong Semarang 1876” untuk menyampaikan refleksi serta pembacaan doa.
Di gedung perkumpulan yang semula didirikan oleh ethnis Tionghoa pada tahun 1876 ini, selanjutnya dinamakan Gedung Rasa Dharma di Gang Pinggir Semarang, Pandita D. Henry Basuki menyatakan kekagumannya terhadap sosok Gus Dur yang berani mengemukakan nilai nilai humanistis semasa hidupnya. Dengan adanya Gus Dur, perbedaan yang merupakan keindahan dalam masyarakat Indonesia dapat eksis. Hal mana memang sudah semestinya karena masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk, masyarakat yang bukan merupakan masyarakat serba seragam.
Dikemukakan pula oleh Pandita D. Henry Basuki bahwa kita seharusnya bisa lebih menghargai para leluhur, termasuk Gus Dur yang merupakan leluhurnya bangsa Indonesia. Penghormatan tersebut merupakan salahsatu nilai luhur bangsa, karena penghormatan terhadap leluhur serta penghormatan terhadap para guru tercantum jelas dalam kitab Negarakertagama. Satu hal lagi yang kurang dilakukan oleh sebagian besar bangsa Indonesia sebagaimana dianjurkan dalam Negarakertagama adalah melakukan puja sesuai dengan keyakinan kita, atau dalam istilah umum dikenal sebagai sembahyang atau laku peribadatan. Kita hendaknya malakukan peribadatan dengan tekun, penuh pengertian dan penuh ketulusan sehingga benar-benar bermakna. Peribadatan harus dilaksanakan dengan persiapan yang baik, bukannya sekedar seremonial yang dilakukan tergesa-gesa, sehingga tidak meningkatkan kualitas hidup.
Setelah menyampaikan refleksi, Pandita Muda Eka Pratama Jaya Dewa, Pandita D. Henry beserta umat membacakan parita avamanggala dihadapan sinci (papan penghormatan) leluhur, diantaranya terdapat sinci Gur Dur yang diletakkan pada acara King Hoo Ping tahun 2014.
Pembacaan doa dilaksanakan secara agama Konghucu oleh Ws Sinaryo,secara agama Tao oleh Amen Wahyudi, secara agama Buddha oleh Pandita Muda Eka Pratama Jaya Dewa, secara agama Hindu oleh Pandit Nyoman Wedu, secara agama Kristen oleh Pendeta Manurung, secara agama Katolik oleh Romo Budi Purnomo Pr, serta secara agama Islam oleh Prof Abu Hafsin. Sedangkan ceramah secara agama Islam disampaikan oleh Ustad Duri Ashari.
Hadir pd acara ini Ketua FKUB Jateng, FKUB Kota Semarang, Pengurus Wilayah Nadhlatul Ulama Jateng, Pengurus Walubi Kota Semarang beserta fungsionaris pengurusnya, umat berbagai agama didalamnya generasi muda dari agama Konghucu, agama Islam serta agama Katolik.
Acara juga dihiasi dengan alunan lagukeroncong serta makan malam yang menambah suasana akrab.