081312351976 ppmagabudhi@yahoo.com

1. Saat tahun baru, orang mengucapkan “Selamat Tahun Baru,Semoga tahun yang baru memberi kebahagiaan dan kesejahteraan  kepada kita semua“.  Banyak juga yang menetapkan  tujuan yang ingin dicapai dalam tahun yang baru.  Hal itu bermakna bahwa orang ‘berharap’ untuk dapat mencapai suatu ‘harapan’.  Bolehkah umat Buddha ‘berharap’ dan adakah ‘harapan’ dalam agama Buddha ?

2. Terlepas dari boleh tidaknya berharap, pada umumnya orang selalu berharap dalam melakukan atau berbuat sesuatu. Contoh yang sederhana  adalah dalam berdana. Orang yang tidak berdana berharap agar kekayaannya tidak berkurang karena dengan berdana maka ia pikir ia akan kehilangan sebagian kekayaannya. Sayangnya ia tidak tahu bahwa dengan berdana maka sebenarnya kekayaannya nantinya akan bertambah sebagai buah dari perbuatan berdana.

3.  Ada yang berdana dengan berharap agar orang-orang mengetahui bahwa ia suka berdana, berharap agar terkenal sebagai orang yang murah hati, setidak-tidaknya tidak dikenal sebagai orang yang kikir. Dana seperti itu tentu akan memberikan buah, namun barangkali tidak begitu bermakna. Lebih baik daripada berdana seperti itu adalah berdana dengan berharap akan mendapat buah yang menyenangkan di kemudian hari, menjadi lebih kaya atau terlahir kembali di alam surga. Harapan itu mudah-mudahan akan tercapai bila berdana dilakukan dengan tulus.

4.  Lebih baik lagi adalah apabila seseorang berdana dengan berharap bahwa dengan berdana maka rasa keakuannya akan berkurang. Berkurangnya rasa keakuan akan membuat seseorang menjadi lebih bahagia dan akan lebih mendekatkan dirinya kepada kebahagiaan tertinggi. Yang paling tertinggi tentu adalah apabila seseorang berdana tanpa berharap apa-apa, ada perbuatan berdana sebagai suatu hal yang seharusnya dilakukan tetapi tidak ada pandangan diri lagi tentang ‘siapa’ yang berdana. Bisakah kita ?

5. Banyak hal bermula dari berharap. Pada jaman dahulu kala hiduplah seorang yang berbudi luhur bernama Sumedha. Suatu kali ketika Buddha Dipankara akan datangke daerah tempat ia berdiam. Sumedha bertugas membersihkan jalan yang akan dilalui oleh Buddha Dipankara. Tetapi ada satu bagian jalan yang masih tergenang air ketika Sang Buddha akan melewati tempat itu.Agar kaki Sang Buddha tidak terkotori, dengan penuh bakti Sumedha merebahkan badannya di atas tanah tersebut untuk menjadi tempat pijakan Sang Buddha. Pada saat itulah ia berharapagar ia pun dapat menjadi Buddha seperti Buddha Dipankaraagar dapat mengajarkan Dhamma pada umat manusia.

6. Sang Buddha Dipankara dengan kekuatan batinnya melihat bahwa harapanSumedha pada suatu waktu akan tercapai. Maka Sang Buddha menyatakan bahwa Sumedha pada suatu waktu pun akan menjadi Buddha. Sejak saat itulah Sumedha menjadi seorang Bodhisatta (calon Buddha).Setelah melalui banyak sekali kelahiran dan pengorbanan  maka akhirnya Sumedha pun menjadi seorang Buddha, Buddha Gotama.

7. Ada cerita tentang seorang brahmana kerajaan Kosala bernama BāvarÄ«.  Setelah mengundurkan diri dari pekerjaannya ia pergi ke selatan dan berdiam di sisi sungai Godavari. Ia sudah berusia 100 tahun ketika mendengar seorang Sammā Sambuddha berada di kerajaan Kosala. Ia mengirim enam belas siswa utamanya untuk memeriksa kebenaran berita tersebut. Setelah mencapai Savatthi, para siswa utama itu merasa puas dengan mengetahui bahwa Sammā Sambuddha sesungguhnyalah seorang Buddha.

8. Ketika salah seorang siswa memberi hormat dan menyampaikan salam atas nama gurunya yaitu Bāvarī , Sang Buddha Gotama memberikan pemberkahan dengan kata-kata sebagai berikut :

Sukhito Bāvarī hotu, sahasissehibrāhmaṇo;

Tvaṃcāpi sukhito hohi,

ciraṃjīvāhi māṇavo

9.  Artinya :

 May Brahmin BāvarÄ« be happy along with his disciples!
 May you also be happy,
O Brahmin apprentice!
May you live long!

Dengan kata-kata tersebut Sang Buddha menyampaikan harapan agar brahmana Bāvarīdan para siswanya berbahagia dan panjang umur.

10.   Ada juga kisah Pangeran Nanda yang berharap memperoleh dewi yang cantik.   Nanda adalah saudara tiri Buddha Gotama, yaitu putera Raja Suddhodana dan Pajapati Gotami. Pada hari pernikahannya, Sang Buddha membawanyake vihara dan menahbiskannya sebagai bhikkhu. Tetapi pikiran Nanda terbagi antara panggilan vihara dan tunangannya yang cantik. Dengan menggunakan kesaktian-Nya, Sang Buddha membawa Nanda ke surga Tavatimsa dan menunjukkan dewi-dewi  surga yang memiliki kecantikan tak tertandingi. Sang Buddha menjanjikan bahwa Nanda bisa memperoleh mereka bila menjalani kehidupan sebagai bhikkhu yang baik.

11.    Nanda kembali ke vihara dan bersedia melanjutkan kehidupannya sebagai bhikkhu. Tetapi ketika bhikkhu-bhikkhu lain mengolok-oloknya tentang tujuannya yang rendah, ia merasa malu dan berusaha sungguh-sungguh melatih diri sehingga mencapai tingkat kesucian tertinggi (Arahat). Sang Buddha menyatakan Nanda sebagai siswa utama dalam hal menjaga kemampuan inderanya.

12.   Harapan dalam bahasa Pali disebut Ä€sā, yang bermakna wish, desire, hope, longing. Asa merupakan langkah pertama Chanda.Chanda adalah keinginan yang tulus untuk berbuat atau mendapatkan sesuatu. Dapat berupa keinginan untuk mencapai Nibbana, menjadi siswa utama, raja, jutawan, dewa, berdana, menjalankan sila, berbuat kebajikan.Tentu harapan dan keinginan hanya dapat tercapai dengan viriya (semangat berusaha)

            Chandavato kim nāma kammaṁ  na sijjhati
           Dengan  keinginan yang tulus tidak ada yang tidak mungkin
           Asa phalavati sukha
           Harapan yang diikuti oleh upaya yang kuat membawa hasil yang baik dan kebahagiaan

13.   Ven. Nyanatiloka Mahathera menyatakan : “Sesungguhnya agama Buddha adalah ajaran yang memberikan harapan, penghiburan dan kebahagiaan, sekalipun untuk mereka yang paling tidak  beruntung. Suatu ajaran yang menawarkan harapan kesempurnaan dan kedamaian, tidak melalui keyakinan membuta atau doa, penyiksaan diri atau  upacara semata, tetapi dengan melaksanakan secara sungguh-sungguh Jalan Mulia Berunsur Delapan.”

14.   Sang Buddha menyatakan bahwa terdapat harapan bagi semua makhluk untuk mencapai kebahagiaan, sebagaimana terdapat dalam Udana  VIII,3 :

“Ketahuilah para Bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak.

Duhai para Bhikkhu, apabila tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.

Tetapi para Bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu”.

15.   Ada ungkapan harapan yang belakangan ini sering dipergunakan umat Buddha yaitu menuliskan BBU, singkatan dariBuddha Bless You yang berarti ‘Buddha memberkahimu’. Ada sedikit diskusi berkenaan dengan penggunaan idiom ini. Bagi yang setuju, dinyatakan bahwa kata Buddha memberikan kekuatan bagi si penerima kata-kata itu. Bukankah benih Buddha ada dalam diri setiap makhluk?

16.   Ada yang berpendapat,  Sang Buddha sudah mencapai Parinibbana dan sudah terlepas dari ‘ada dan tiada’, bagaimana mungkin ‘memberkahi’? Jadi diusulkan mempergunakan GKBU – Good Kamma Bless You. Mungkin juga membingungkan, bagaimana perbuatan baik dapat ‘memberkahi’? Ada yang mempergunakan ungkapan yang lebih umum seperti Sabbesattā bhavantusukhitattā – Semoga semua makhluk berbahagia (yang kalau disingkat menjadi SSBS atau SSMB). Singkatannya bisa agak membingungkan!

 17.   Mengucapkan Bless you merupakan kebiasaan yang sudah berusia ribuan tahun untuk mengharapkan kesehatan yang baik bagi seseorang yang baru saja bersin. Dulu orang percaya bahwa bersinakan mengakibatkan jiwa terlepas dari tubuh melalui hidung sehingga pengucapan Bless you adalah untuk mencegah hantu melakukan hal tersebut. Ada juga kepercayaan bahwa jantung akan berhenti sementara sementara ketika bersin dan mengucapkan Bless you merupakan cara untuk menyambut kembali orang tersebut kepada kehidupan. (The phrase “God bless you” is attributed to Pope Gregory the Great, who uttered it in the sixth century during a bubonic plagueepidemic – sneezing is an obvious symptom of one form of the plague). Di sisi lain Bless you dapat pula merupakan ungkapan rasa terima kasih seseorang kepada mereka yang telah berbuat baik kepada dirinya.

18.   Kalau kalimat semoga semua makhluk berbahagia bermakna terlalu luas karena mencakup harapan akan kebahagiaan pada semua makhluk, bagaimana kalau harapan itu ditujukan kepada mereka yang dituju? Bagaimana harus diungkapkan harapan agar ‘Semoga engkau berbahagia’? Untuk itu terdapat istilah Sukhi hotu (May you be happy). Barangkali kata ini dapat dipakai untuk menggantikan istilah di atas. Jadi kalau penulis ingin menutup tulisan ini dan berharap agar para pembaca berbahagia, penulis akan menuliskan Sukhi hotu. Dan dalam hati pembaca dapat menjawabnya dengan : “Sadhu” (yang berarti baik, setuju, semoga demikian – It is well, an expression showing appreciation or agreement).

 19.   Kalau begitu, kepada pembaca semua diucapkan : “Sukhi hotu ! Semoga anda berbahagia!”

Oleh Dharma K. Widya

 Sumber :

Abhidhamma sehari-hari – Ashin Janakabhivamsa
A Glossary of Pali and Buddhist Terms
http://dictionary.cambridge.org/dictionary/british/bless-you_2                                          
http://forumm.wgaul.com/showthread.php?t=66797
http://people.howstuffworks.com/sneezing.htm
http://www.vridhamma.org/Was-Buddha-pessimist
Sang Buddha Penunjuk Jalan Kebahagiaan)