081312351976 ppmagabudhi@yahoo.com


Juwana, Pati 3 Maret 2016

Bhikkhu Saddhaviro Mahathera mengingatkan bahwa untuk memelihara keberadaan tempat ibadah seperti Candi Khemasarano ini diperlukan ketulusan umat Buddha untuk merawatnya. Tentu saja dalam pelaksanaannya banyak hal yang menjadikan personil pengurus tidak senang karena orang sering mencela usaha mulia termaksud.

Demikian pesan Bhikkhu Saddhaviro Mahathera dihadapan umat Buddha yang memadati area Candi Khemasarano, terletak di ds Bakaran Wetan, Juwana, Pati pada tanggal 3 Maret 2016 malam.


Acara ini dititik beratkan sebagai 4 tahun berdirinya monumen Candi Khemasarano, namun demikian yang lebih penting justru pattidana  memperingati 17 tahun wafatnya YM Bhikkhu Khemasarano Mahathera yang dipancaka di Krematorium “Budhi Luhur”, desa Tlogobetu, Juwana keesokan harinya. Selanjutnya, pada 6 Maret 1999, abu jenazah beliau ditempatkan di Vihara Tanah Putih. Sebagian abu jenazah ini kemudian pada 3 Maret 2012 ditempatkan pada altar Buddha di Candi Khemasarano bersamaan dengan peresmian berdirinya monumen tersebut. Acara pattidana puja dipimpin oleh Pandita Madya Hartono yang memang tekun memimpin setiap puja yang dilaksanakan lepas senja di Candi Khemasarano.

YM Bhikkhu Khemasarano Mahathera lahir 23 Agustus 1915 di Bakaran Wetan, Kec. Juwana, Pati, wafat pada 3 Maret  1999 di Semarang dalam usia 84 tahun. Pada tahun 1970 setelah pensiun dari Kementrian Pekerjaan Umum sbg bendaharawan di Jakarta, beliau menjalani hidup sebagai anagarika (atthangga sila upasaka) di Vihara Tanah Putih.

Pada 26 Juli 1972 beliau melaksanaan pabbajja sebagai Samanera oleh Bhikkhu Jinapiya, kemudian diupasampada pada 13 Juli 1973 oleh Somdej Phra Nyanasamvara, Sangharaja Thai di Wat Bovoranives Vihara, Bangkok. Bersama beliau juga diupasampada Bhikkhu Aggabalo (setelah lepas jubah dikenal dengan nama Cornelis Wowor)

Pada 23 Oktober 1976, bersama 4 bhikkhu YM Khemasarano memproklamikkan berdirinya Sangha Theravada Inonesia di Vihara Tanah Putih Semarang.

Pesan beliau terhadap generasi penerusnya antara lain agar kita memberikan  pelayanan  kepada umat Buddha  secara  baik dengan penuh pengabdian, tidak menghitung apa yang didapat. Pesan ini ditekankan lagi agar kita memberikan  pelayanan kepada masyarakat karena masyarakat banyak punya harapan pelayanan masalah agama Buddha  dari setiap vihara. Pesan yang tidak dipahami namun sering diucapkan beliau agar di Vihara Tanah Putih didirikan sima sehingga dapat dilaksanakan upasampada bhikkhu.

Menurut Sumarno yang tekun merawat Candi Khemasarano serta sering mendapatkan pesan beliau, peringatan setiap 3 Maret senantiasa dilaksanakan. Kalaupun dana sangat terbatas, acara yang diusahakan oleh umat Buddha di Bakaran Wetan ini tetap dapat terlaksana dengan baik. Adapun waktu pelaksanaannya pada sore/malam hari karena pada siang harinya umat memenuhi kewajibankeluarga mencari nafkah.

Hadir dalam acara ini Bhikkhu Saddhaviro Mahathera yang sangat diperjuangkan menjadi anggota Sangha oleh mendiang Bhante Khemasarano. Beliau hadir bersama Bhikkhu Sujato Thera yang datang dari Jepara, Bhikkhu Khemacaro datang dari Semarang serta Samanera Aggasilo.


Acara ritual pattidana (pelimpahan jasa) yang sekaligus kemeriahan (sukacita) atas dibangunnya monumen kebanggaan para siswa Bhante Khemasarano, dimeriahkan dengan pentas gamelan (musik Jawa) group  “Suko Laras” yang “manggung” sesaat setelah selesainya acara ritual hingga pukul 02:00 dinihari.

Acara hingga selesai disimak juga oleh Kepala Desa Bakaran Wetan Subari Noto Buwono. Juga hadir salahseorang siswa Bhente Khema yang akrab dengan beliau di Vihara Tanah Putih, yaitu Pandita D. Henry Basuki.Dia senantiasa mengajak setiap siswa dan siapa saja yang merasa diasuh oleh mendiang Bhante Khema untuk hadir setiap tanggal 3 Maret di Candi Khemasarano.

Ratusan umat Buddha serta para kadang (saudara) pemeluk berbagai agama dari wilayah Juwana dan sekitarnya memenuhi halaman Candi Khemasarano,.