081312351976 ppmagabudhi@yahoo.com
  1. Bayangkanlah sekiranya anda diberikan uang sebesar lima juta rupiah. Anda boleh mempergunakan uang tersebut untuk membeli apa yang anda inginkan seperti jam tangan, telepon genggam, makan-makan di restoran, membeli baju dan sebagainya.   Apakah anda berbahagia? Tentu ada rasa bahagia, cobalah rasakan seberapa besar rasa bahagia anda.
  2. Sekarang, bayangkanlah sekiranya anda diberikan uang sebesar lima juta rupiah. Anda boleh mempergunakan uang tersebut untuk menolong orang lain yang membutuhkan seperti menolong teman yang sakit, membantu tetangga yang kesusahan, berdana ke panti asuhan dan sebagainya, tentu anda pun  merasa berbahagia. Pertanyaannya, lebih besar mana, kebahagiaan mempergunakan uang untuk keperluan diri sendiri atau mempergunakan uang dengan jumlah yang sama untuk membantu orang lain yang membutuhkan?
  3. Ketika hal ini ditanyakan kepada banyak teman, umumnya menjawab bahwa mempergunakan uang tersebut untuk orang lain terasa lebih membahagiakan. Tentu jawaban tersebut tulus, walaupun mungkin saja ada yang dalam hatinya merasa sebaliknya tetapi ‘malu’ menyatakannya karena takut akan dianggap kurang berjiwa ‘sosial’.
  4. Ada penelitian terkait dengan hal itu. Peserta penelitian diberi sejumlah uang dan dua pilihan : mereka dapat mempergunakan uang itu untuk diri mereka sendiri (seperti membayar tagihan atau pengeluaran, atau memberi hadiah untuk diri sendiri) atau mempergunakan uang itu untuk orang lain (sebagai dana amal atau sebagai hadiah).
  5. Ditemukan dua hal. Pertama, sesuai dengan hasil penelitian lainnya, orang-orang pada umumnya merasa lebih berbahagia ketika mereka diminta untuk mengingat saat mereka membeli sesuatu untuk orang lain – lebih bahagia dibandingkan mereka mengingat membeli sesuatu untuk diri mereka sendiri. Dan rasa lebih bahagia ini tidak bergantung pada besarnya uang yang dipergunakan, apakah misalnya dua puluh dolar atau seratus dolar.
  6. Penemuan kedua lebih provokatif. Semakin lebih bahagia peserta merasa akan perbuatan baik mereka di masa lampau, semakin besar keinginan mereka untuk menggunakan uang mereka untuk orang lain ketimbang untuk diri mereka sendiri. Memang tidak semua peserta merasa berbahagia dengan mengingat perbuatan baik mereka di masa lalu. Namun mereka yang merasa berbahagia terdorong untuk meningkatkan perbuatan baik mereka. Jadi disimpulkan bahwa ada hubungan timbal balik positif antara berbuat kebaikan dan kebahagiaan, keduanya saling mendukung satu sama lain. Sederhananya, berbuat kebaikan menimbulkan kebahagiaan dan kebahagiaan mendorong untuk berbuat kebaikan.
  7. Jadi ada insentif untuk berbuat baik pada orang lain : hal itu akan membuat anda lebih bahagia! Dalam sebuah penelitian dilibatkan enam puluh mahasiswa untuk menyelesaikan sebuah survey online setiap hari selama tiga minggu untuk mengetahui berapa banyak mereka berpartisipasi dalam kegiatan hedonik atau mencari kesenangan indera, dan  di sisi lain adalah kegiatan yang mempunyai makna seperti menolong orang lain, mendengarkan masalah teman atau membantu orang lain mencapai cita-citanya. Didapatkan kesimpulan bahwa semakin seseorang berpartisipasi dalam kegiatan yang mempunyai makna, semakin berbahagialah ia dan hidupnya terasa semakin bermakna pula. Di sisi lain, kegiatan mencari kesenangan indera tidak membuat seseorang menjadi lebih bahagia.
  8. Ada cerita. Suatu ketika Mahakassapa Thera sedang berdiam di gua Pippali dan berada dalam suasana batin khusuk bermeditasi mencapai konsentrasi tercerap (samapatti) selama tujuh hari. Segera setelah beliau bangun dari samapatti, beliau berkeinginan memberi kesempatan pada seseorang untuk mendanakan sesuatu kepada orang yang baru bangkit dari samapatti. Beliau melihat keluar dan menemukan seorang pelayan muda sedang menabur jagung di halaman rumah. Maka beliau berdiri di depan pintu rumahnya untuk menerima dana makanan. Wanita itu meletakkan seluruh jagungnya ke mangkuk beliau. Ketika wanita itu pulang setelah mendanakan jagung, ia dipatuk oleh seekor ular berbisa dan meninggal dunia. Ia terlahir kembali di alam surga Tavatimsa dan dikenal sebagai Lajadevadhita. “Laja” berarti jagung.
  1. Laja menyadari bahwa iia terlahir kembali di alam surga Tavatimsa karena dia telah berdana jagung kepada Mahakassapa Thera, maka ia sangat menghormati Mahakassapa Thera. Kemudian Laja memutuskan, ia harus melakukan jasa baik kepada beliau agar kebahagiaannya dapat bertahan. Jadi setiap pagi wanita itu pergi ke vihara tempat Mahakassapa Thera berdiam, menyapu halaman vihara, mengisi tempat air, dan melakukan jasa-jasa lainnya.
  1. Pada mulanya Mahakassapa Thera berpikir samanera-samanera yang melakukan pekerjaan tersebut. Tetapi pada suatu hari beliau mengetahui yang melakukan pekerjaan tersebut adalah seorang dewi. Kemudian beliau memberi tahu dewi tersebut untuk tidak datang ke vihara itu lagi. Orang-orang akan membicarakan hal-hal yang tidak baik jika ia tetap datang ke vihara. Mendengar hal itu, Lajadevadhita sangat sedih, menangis dan memohon kepada beliau, “Tolong jangan hancurkan kekayaan dan harta benda saya.”
  1. Sang Buddha mendengar tangisannya dan kemudian mengirim cahaya dari kamar harum Beliau dan berkata kepada dewi tersebut, “Devadhita, itu adalah tugas murid-Ku Kassapa untuk melarangmu ke vihara, melakukan perbuatan baik adalah tugas seseorang yang berniat besar memperoleh buah perbuatan baik. Tetapi, sebagai seorang gadis, tidak patut untuk datang sendirian dan melakukan berbagai pekerjaan di vihara.”

 

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:

Puññañ ce puriso kayirā

Kayirāth’ enaṃ punappunaṃ

tamhi chandaṃ kayirātha

sukho puññassa uccayo.” (Dhammapada 118)

Apabila seseorang berbuat bajik,

hendaklah dia mengulangi perbuatannya itu

dan bersuka cita dengan perbuatannya itu,

sungguh membahagiakan akibat dari memupuk perbuatan bajik.

Lajadevadhita mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir

  1. Keinginan untuk berbuat baik tentu perlu didasari oleh adanya perasaan cinta kasih yang ditandai oleh adanya sikap suka menolong, keinginan kuat untuk menyejahterakan makhluk lainnya. Cinta kasih yang dikembangkan akan memberikan kebahagiaan bagi diri sendiri maupun bagi makhluk-makhluk lain yang berada di sekitarnya. Dalam Visuddhimagga terdapat kisah tentang seorang tuan tanah dari Pataliputta (sekarang Patna)  yang bernama Visakha. Ia mendengar pula bahwa Sri Lanka adalah taman Dhamma yang sejati dengan cetiya dan stupa yang tidak terhitung banyaknya menghiasi pulau itu. Diberkahi dengan cuaca yang menyenangkan, penduduknya bertingkah laku baik dan benar, mengikuti Ajaran Sang Buddha dengan penuh semangat dan ketulusan.
  1. Visakha memutuskan untuk pergi ke Sri Lanka dan menjalani sisa hidupnya di sana sebagai bhikkhu.  Maka, setelah meninggalkan kekayaannya yang besar kepada isteri dan anaknya, ia meninggalkan rumah dengan satu mata uang emas. Ia berdiam beberapa waktu di kota pelabuhan Tamralipi (sekarang Tamluk) menunggu kapal, dan sementara itu ia berniaga dan berhasil memperoleh seribu mata uang emas. Akhirnya ia mencapai Sri Lanka dan pergi ke ibukota yaitu Anuradhapura. Ia mengunjungi Mahavihara yang terkenal dan memohon kepada kepala vihara untuk dapat memasuki Sangha.
  1. Ketika menuju ruang untuk upacara penahbisan bhikkhu, kantong uang yang berisikan mata uang emas terjatuh dari pinggangnya. Ketika ditanya,”Apakah itu?”, ia menjawab, “Saya mempunyai seribu mata uang emas, Bhante”. Ketika diberitahu bahwa seorang bhkkhu tidak diperkenankan memiliki uang sama sekali, ia pun berkata,”Saya tidak ingin memilikinya tetapi saya ingin membagikannya kepada siapa pun yang hadir dalam upacara ini.” Maka ia membuka kantong uangnya, menebarkannya di halaman dan berkata,”Jangan ada seorang pun yang datang menyaksikan penahbisan Visakha pulang dengan tangan hampa.”
  1. Setelah lima tahun bersama dengan guru pembimbingnya, Visakha memutuskan untuk pergi ke hutan Cittalapabbata yang terkenal, tempat banyak bhikkhu dengan kekuatan supranatural berdiam. Ia pergi menuju ke vihara hutan tersebut, namun di tengah perjalanan menjumpai jalanan bercabang dan ia berdiri bertanya-tanya jalan mana yang harus ditempuh. Karena ia selalu melaksanakan meditasi cinta kasih (metta bhavana) dengan tekun, ia berjumpa dengan dewa yang tinggal di tempat itu dan dewa itu  menunjukkan jalan yang benar kepadanya. Setelah tiba di vihara hutan Cittalapabbata, ia mendiami salah kuti di sana.
  1. Setelah berdiam di sana selama empat bulan, ketika  berpikir untuk meninggalkan tempat itu pada keesokan harinya ia mendengar suara menangis dan iapun bertanya,

”Siapa itu?”, dijawab oleh dewa yang tinggal di pohon manila di ujung jalan,

”Bhante, saya adalah Maniliya”.

“Mengapa engkau menangis?:”

“Karena Bhante berpikir akan pergi dari sini.”

“Apa kebaikannya dengan berdiamnya aku di sini untukmu?”

“Bhante, selama Bhante tinggal di sini, para dewa dan makhluk-makhluk halus lainnya

memperlakukan lainnya dengan keramahan. Bila anda pergi, mereka akan kembali mulai

bercekcok dan bertengkar.”

“Baiklah, apabila tinggalnya aku di sini membuat engkau semua hidup dalam damai, itu

baik.”

Dan ia pun tinggal kembali di tempat itu untuk empat bulan berikutnya. Diceritakan bahwa

ketika ia kembali berpikir untuk pergi, dewa itu pun menangis kembali. Maka ia pun

berdiam di tempat itu seterusnya dan mencapai Nibbana di tempat tersebut.

  1. Ajaran Buddha sesungguhnya sangat sederhana : tidak berbuat jahat, tambahlah kebaikan, sucikan pikiran. Bagi siapa saja yang merasa kurang bahagia dan ingin lebih bahagia, tidak ada salahnya mencoba resep ini : berbuatlah baik pada orang lain. Tidak percaya? Dicoba saja, pasti berhasil karena kan sudah diteliti dan terbukti kebenarannya!

Bahan bacaan :

  1. http://ceritadhammapada.blogspot.com/2010/09/kisah-lajadevadhita-dhammapada-9-118.html.
  2. http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/buddharakkhita/wheel365.html . Retrieved on 14 June 2013.
  3. Kindness Makes You Happy… and Happiness Makes You Kind.  Alex Dixon, September 6, 2011.
  4. Metta: The Philosophy and Practice of Universal Love. Acharya Buddharakkhita, Access to Insight, 5 June 2010.
  5. Study: Doing Good Makes You Feel Good. Melinda Wenner , 04 May 2007.