081312351976 ppmagabudhi@yahoo.com
Sabar

Sabar

Oleh Rama Toni Yoyo

Di jaman sekarang yang serba cepat, canggih, dan menonjolkan keegoan, cukup sulit menemukan sosok orang sabar yang mampu memperlihatkan kestabilan emosi dan perasaannya dalam berbagai situasi dan kondisi.

Tetapi ada seorang kenalan saya yang bisa diberi label ’penyabar’ karena selalu sabar dan tersenyum dalam banyak situasi dan kondisi. Entahlah jika di belakang saya ternyata berbeda.

Dalam Dhammapada Bait 184, Sang Buddha mengatakan, ”Kesabaran adalah praktek bertapa atau pengendalian diri yang terbaik. Nibbana (Nirwana) adalah yang tertinggi. Begitulah sabda Para Buddha. Dia yang masih menyakiti dan menganiaya orang lain sesungguhnya bukanlah seorang pertapa (samana).”.

Para bhikkhu, penceramah agama, guru-guru agama, dan orang-orang bijaksana bukanlah guru-guru kesabaran yang terbaik. Mereka hanya bisa mengajarkan, menganjurkan dan mengajak berpraktek kesabaran. Akan tetapi mereka bukanlah pelaku langsung yang aktif dalam pembinaan kesabaran kita.

Seharusnya orang-orang yang menyulitkan dan berbuat tidak baik kepada kitalah yang merupakan guru-guru terbaik dalam latihan kesabaran. Demikian pula situasi dan kondisi sehari-hari yang kurang menyenangkan dan tidak memuaskan kita sesungguhnya pemberi pelajaran kesabaran terandal bagi kita.

Kesabaran tidak memadai jika hanya dipelajari teorinya saja. Yang terutama dibutuhkan adalah praktek melalui latihan rutin dalam kehidupan kita setiap hari. Tanpa praktek langsung, kita hanya ‘bermain’ kesabaran dalam tataran pemikiran saja atau paling jauh sampai pada level ucapan, tetapi tidak melangkah sampai praktek secara fisik jasmani melalui perbuatan badan kita.

Sang Buddha pernah diundang oleh seorang brahmana untuk menerima dana di rumahnya. Bukannya menyambut dan melayani Beliau dengan baik, brahmana tersebut malah mencaci maki dan menghina Sang Bhagava dengan kata-kata yang paling kasar dan menyakitkan.

Setelah brahmana selesai dengan ‘semprotan’nya, Sang Buddha dengan lembut bertanya, “Apakah sering ada tamu datang ke rumahmu, brahmana ?”. “Ya”, jawab brahmana. “Apa yang engkau lakukan jika para tamu datang ?”. “Tentu aku sediakan jamuan besar untuk menyambut mereka”. “Bagaimana jika mereka tidak menyentuh atau menghabiskan jamuan tersebut ?”. “Dengan senang hati kami yang akan menghabiskannya.” Setelah percakapan ini, Sang Buddha menutup dengan kalimat, “Brahmana yang baik, engkau telah mengundang-Ku kemari untuk berdana dan menjamu-Ku dengan kata-kata kasar yang sama sekali tidak kuterima dan membekas dalam diriku. Jadi ambillah semuanya kembali untukmu”.

Seorang Buddha-pun masih menghadapi orang, situasi dan kondisi yang tidak menyenangkan, apalagi kita sebagai umat biasa. Dalam keseharian, akan banyak ketidakbaikan dan ketidakenakan menghampiri kita. Marilah kita mencontoh Sang Buddha dalam mempraktekkkan kesabaran walaupun tentu kualitas dan kemampuan kita bersabar kita masih jauh dari Junjungan kita tersebut.

Sumber: https://dhammacitta.org/artikel/toni-yoyo/sabar-1.html

Karakteristik Buddhis

Karakteristik Buddhis

Oleh PMy. Rudi Hardjon Dhammaraja

Hingga saat ini, ajaran Buddha yang dikenal dengan Buddhasasana, Buddhadhamma, Dhamma, atau Dhamma Vinaya telah berusia lebih dari 2500 tahun. Jikalau dihitung mulai dari pembeberan Dhamma pertama dengan judul “Dhammacakkappavattana Sutta : Kotbah tentang pemutaran roda Dhamma” kepada lima pertapa (sekitar 588 S.M. di Taman Rusa Isipatana) kendati pertama kalinya di hari ke-50 setelah Pertapa Gotama mencapai Penerangan Sempurna, Buddha memberikan nasihat Dhamma kepada dua orang pedagang (Bhallika dan Tapussa) yang sedang lewat di dekat Buddha sedang duduk, maka tahun 2006 ini Dhamma telah berusia 2595 tahun. Dengan usia yang cukup tua tersebut, tentunya Buddhadhamma memiliki ciri tersendiri dan memiliki khasnya sendiri pula. Dan tentunya ada perbedaan-perbedaan yang mendasar dengan ajaran-ajaran yang lain serta tidak dapat ditarik suatu garis persamaan. “Kita harus berani tampil BEDA”. Untuk itu, seyogyanya kita umat Buddha dapat mengetahui dan memahami Dhamma; ajaran Buddha agar kita dapat melihat keistimewaan atau khasnya Buddhis dan yang menarik minat banyak pihak untuk menganut Buddhadhamma.

Sejak tahun 588 S.M. Buddha membeberkan Dhamma hingga detik terakhir Beliau wafat (mencapai Parinibbana) pada tahun 543 S.M., maka Buddha membeberkan Dhamma selama 45 tahun. Angka ini adalah merupakan angka yang paling besar dan paling lama mengajar Dhamma dari guru-guru spritual lainnya di dunia ini. Tak mengherankan bila kitab suci Tipitaka merupakan kitab yang paling tebal dan isinya adalah keseluruhan kotbah yang disampaikan Buddha diberbagai tempat dan kepada berbagai suku. Dan kepiawaian Beliau dalam membeberkan Dhamma adalah menggunakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat umum kala itu, yakni bahasa Pali. Sedangkan bahasa Sanskerta adalah bahasa bangsawan dan paling sedikit digunakan oleh Buddha dalam membeberkan Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada pertengahannya, dan indah pula pada pengakhirannya. Penggunaan bahasa rakyat jelata adalah menunjukkan bahwa Buddha merupakan seorang yang low profile, rendah hati, tiada sombong, dan tidak memandang sebelah mata masyarakat grass-roots.

Dhamma ajaran Buddha bagaikan sebuah rakit yang berfungsi sebagai alat penyeberang. Kalau rakit dapat menyeberangkan orang ke pantai seberang, sedangkan Dhamma adalah alat untuk mencapai Nibbana, pencapaian pembebasan dari dukkha. Mereka yang melaksanakan Dhamma dalam kehidupan sehari-hari akan memberikan manfaat baik bagi diri sendiri maupun bagi orang-orang yang berada disekitarnya.

Buddhadhamma merupakan ajaran yang dibeberkan dan dikumandangkan oleh Buddha Gotama yang berasal dari anak Raja Sudodhana penguasa Kapilavatthu. Karena ketidak-inginan Beliau akan kekayaan dan kekuasaan yang dimiliki oleh orang tuanya dan Beliau memiliki kecenderungan untuk hidup bebas dan penuh ketenangan, maka Beliau meninggalkan istana kerajaan yang menawarkan kemelekatan duniawi, sementara Beliau memilih untuk bebas dari keterikatan duniawi. Pada akhirnya Beliau keluar dari istana untuk mencari obat agar dapat membebaskan diri dari keterikatan duniawi yang pada akhirnya membawa dukkha. Setelah melakukan pengasingan selama enam tahun di hutan Uruvella, Beliau memperoleh pencerahan. Pencerahan inilah yang kemudian Beliau kumandangkan kepada dunia melalui dua orang pedagang yang bernama Bhallika dan Tapussa, selanjutnya kepada Pertapa Kondanna, Pertapa Vappa, Pertapa Bhaddiya, Pertapa Mahanama, dan Pertapa Assaji.

Berikut ini akan dibahas tentang ciri-ciri atau sifat khas ajaran Buddha, yakni :

  1. Dukkha, ketidakpuasan, hal ini adalah menjadi ajaran utama Buddha Gotama di dalam pembeberan Dhamma yang pertama. Buddha tidak menyembunyikan fakta hidup bahwa hidup ini penuh dengan ketidakpuasan. Dengan fakta ini, maka Buddha menjelaskan dengan terperinci tentang ketidakpuasan, dasar-dasar ketidakpuasan, sebab-sebab akhir atau lenyapnya ketidakpuasan dan kemudian cara-cara untuk melenyapkan ketidakpuasan. Jadi dalam hal ini banyak orang yang tidak memahami atau mempelajari keseluruhan dari ajaran tentang dukkha, sehingga banyak yang salah mengerti dan salah memandang tentang ajaran Buddha. Karena kesalahpandangan dan kesalahpahaman tersebut menyebabkan banyak orang berpandangan bahwa Buddha tidak pernah mengajarkan tentang kebahagiaan, sehingga ajaran Buddha digolongkan menjadi ajaran pesimis. Moni Bagghee, “Our Buddha” : Analisa Rasional – Buddhadhamma merupakan satu-satunya agama besar di dunia ini yang secara sadar dan terus terang berlandaskan kepada suatu analisa rasional yang sistematis terhadap problem-problem kehidupan serta jalan pemecahannya. Dr.K.N.Jayatilleke,”Buddhism and Peace : Fakta Realitas yang Terakhir”. Di sini adalah perlu untuk diberikan perhatian kepada sifat unik lainnya dari Buddhadhamma, yakni bahwa ia adalah satu-satunya ajaran dari seorang guru, yang merupakan hasil dari filosofi yang konsisten, yang dengan tegas memberitahukan kita mengenai fakta kehidupan dan realitas yang terakhir. Buddhadhamma adalah suatu pedoman hidup yang dihasilkan dari penerimaan terhadap kehidupan, yang dikatakan sebagai kenyataan yang sesungguhnya. Filsafatnya bukanlah tanpa memperhitungkan sifat alamiah dari pengetahuan.
  2. Buddha, seorang yang objektif, Buddha adalah seorang yang Rasionalis dan Objektif, pernyataan ini dapat dilihat dari apa yang Beliau ajarakan kepada kita. Beliau dengan bijaksana menunjukkan kepada kita tentang perbuatan baik lengkap dengan buah-buah yang akan dinikmati oleh si pelaku, demikian pula tentang perbuatan buruk serta akibat yang akan dialami oleh mereka yang melakukan kejahatan. Dengan demikian, Buddha menyerahkan remote control kepada kita masing-masing, mana yang akan kita pergunakan “apakah yang baik atau yang buruk ?”. Dr. S. Radhakrsishnan, “Gautama The Buddha : Kita Terkesan oleh Semangat Rasionalitas-Nya”. Tatkala kita membaca kotbah-kotbah-Nya, kita terkesan oleh semangat rasionalitas-Nya. Jalan etika Buddha yang pertama ialah pandangan/pengertian benar, suatu pandangan yang rasional. Beliau berusaha menyingkirkan segala perangkap yang merintangi pandangan /penglihatan manusia terhadap dirinya sendiri serta nasibnya.
  3. Ehipassiko, datang, lihat, dan buktikan, Ven.Dr.W.Rahula, “What the Buddhis Taught” Buddhadhamma adalah selalu merupakan pertanyaan tentang pengetahuan dan pembuktian; bukan tentang kepercayaan. Ajaran Buddha memenuhi syarat sebagai Ehipassiko, mengundang Anda untuk datang, dan membuktikan, bukannya datang dan percaya. Berkaitan dengan ini berarti prinsip Buddhis bukan “Datang dan Percayalah” akan tetapi “Datang dan Buktikanlah atau mari buktikan”. Dari pernyataan di atas jelaslah bahwa ajaran Buddha berkecenderungan beranjak dari pengetahuan atau ilmiah dan bukan berdasarkan kepercayaan yang membuta. Sesungguhnya keyakinan seseorang menjadi kuat apabila sesuatu yang menjadi dasar pengetahuan mereka karena telah membuktikan kebenaran tersebut secara akurat ketimbang hanya percaya pada apa yang tertulis kendatipun itu berasal dari kitab suci yang diyakini.
  4. Diri sendiri adalah pelindung bagi diri sendiri, tidak ada tempat bagi siapa pun untuk pergi berlindung selain berlindung pada dirinya sendiri. Para Buddha hanyalah sebagai penunjuk Jalan, kita-lah yang harus menapaki Jalan tersebut. Buddhadhamma mengandalkan diri sendiri daripada diluar diri sendiri. Dalam tradisi Buddhis tidak mengenal sistem permohonan atau permintaan untuk menjadi bahagia, sehat, kuat, maupun kaya ataupun enteng jodoh. Menurut Dhamma, kebahagiaan, kesehatan, kekuatan, kaya maupun enteng jodoh tidak dapat diperoleh dengan cara meminta dan memohon, namun dapat diperoleh dengan membuat sebab-sebabnya agar menimbulkan akibat. Dengan penjelasan ini jelaslah bahwa umat Buddha bukan penyembah berhala, seperti yang dituduhkan oleh banyak pihak. Umat Buddha melakukan pujabhatti adalah sebagai wujud penghormatan kepada Buddha sebagai guru yang telah menjadi teladan dan menunjukkan jalan kebenaran bagi kita. Lebih tepat dapat dikatakan bahwa Buddharupang yang berada di atas altar adalah merupakan simbol dari visi ajaran Buddha, yakni mencapai Nibbana. Cara penghormatan yang dilakukan adalah merupakan tradisi masyarakat setempat atau merupakan budaya India.
  5. Diri sendiri adalah sumber kebajikan dan kejahatan, Buddha bersabda yang terdapat dalam Dhammapada bahwa yang menjadi sumber kebajikan dan kejahatan adalah perbuatan seseorang. Seseorang dapat melakukan perbuatan yang berawal dari lobha/keserakahan, dosa/kebencian, dan moha/kebodohan (Ti-akusala mula : tiga akar kejahatan) serta alobha/ketidakserakahan, adosa/ketidakbencian, dan amoha/ketidakbodohan (Ti-kusala mula : tiga akar kebajikan). Dan perbuatan pula yang menjadikan seseorang menjadi suci ataupun tidak suci. Bukan Buddha ataupun Tuhan yang menjadi sumber kebajikan dan bukan pula setan atau iblis yang menjadi sumber kejahatan. Dengan demikian tiada seorangpun yang bisa dipersalahkan karena kejahatan yang dilakukan oleh seseorang. Tidak bijaksana pula bila kita mempersalahkan setan dan iblis yang telah menggoda manusia untuk melakukan kejahatan. Bila memang setan dan iblis kerjanya adalah menggoda manusia, maka timbul pertanyaan mengapa manusia bisa tergoda ? Dalam hal ini kesadaran seseorang sangat-sangat dibutuhkan. Bila seseorang telah memiliki kesadaran, maka manusia dapat memilah-milah antara perbuatan baik dan perbuatan jahat. Dengan mengetahui bahwa hal tersebut adalah baik maka seharusnya terus dilakukanlah, akan tetapi apabila hal tersebut tidak baik atau jahat maka hindarilah, jangan dilakukan.
  6. Pemberi dana berterima kasih kepada penerima, pada umumnya si penerima berterima kasih kepada pemberi. Berbeda halnya dalam Buddhism, si pemberilah yang mengucapkan terima kasih, alasannya karena penerima dana telah memberi kesempatan kepada pemberi dana untuk membuat kamma baik. Kendati demikian bukan berarti bahwa pemberi dana tidak perlu mengucapkan terima kasih. Mengucapkan terima kasih adalah merupakan perbuatan balas jasa. Hal ini juga merupakan hal yang baik. Namun bukan karena seseorang telah memberi lantas berkeinginan untuk menjadi penguasa atau bertindak angkuh dan sombong. Jadi karena orang yang menerima telah memberi peluang kepada pemberi melakukan jasa kebajikan, sepantasnya-lah si pemberi mengucapkan terima kasih.
  7. Menggunakan Alat sebagai tanda penghormatan atau terima kasih, selesai mencapai Pencerahan, Buddha Gotama selama satu minggu melihat pohon Bodhi sebagai tanda terima kasih Beliau kepada pohon Bodhi yang telah memberikan pernaungan dalam merealisasikan Pencerahan. Demikian pula halnya umat Buddha belajar dari Guru Agung Buddha Gotama yang telah berjasa dalam pembabaran kebenaran yang membawa kebahagiaan, kedamaian, dan Pencerahan. Umat Buddha tidak menyembah patung untuk meminta dan memohon apapun, akan tetapi umat Buddha menyatakan sujud dan bhatti atas tauladan yang diberikan Buddha Gotama serta menjadi motivasi dalam meraih kesuksesan hidup dan Pencerahan untuk jangka panjang.

Demikianlah sekelumit pembahasan tentang karakteristik Buddhis, semoga membawa manfaat bagi kita semua dan menjadi dasar kita berpikir. Setelah memiliki pemikiran Buddhistis, kita juga seharusnya tidak berhenti hanya pada pemikiran saja, namun sebaiknya pemikiran tersebut menjadi dasar pula untuk dipraktikkan di dalam keseharian. Perbuatan inilah yang sesungguhnya diharapkan sebagai umat Buddha yang mengerti Dhamma.

Sumber: https://dhammacitta.org/artikel/rudi-hardjon-dhammaraja/karakteristik-buddhis.html

 

PAC MAGABUDHI KECAMATAN TELUKNAGA, KOSAMBI, PAKUHAJI DAN MAUK DILANTIK

Pada hari Minggu, 22 Agustus 2021 telah dilaksanakan acara Pelantikan dan Pengukuhan Pengurus Anak Cabang (PAC) Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia (MAGABUDHI) Kecamatan Teluknaga, Kosambi, Pakuhaji dan Mauk yang berada di wilayah Kabupaten Tangerang. Kegiatan yang dilaksanakan secara online melalui zoom meeting tersebut dihadiri oleh :

  1. Penyelenggara Bimas Buddha Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tangerang

(Bpk. Sakiyo, S.Ag., M.MPd)

  1. Bhikkhu Atthadhiro Thera (Padesanayaka Sangha Theravada Indonesia Provinsi Banten)
  2. Ketua Forum Umat Buddha (FUB) Kabupaten Tangerang (PMd. Rusli, S.Pd)
  3. Ketua Pengurus Cabang MAGABUDHI Kabupaten Tangerang (PMy. Heriyadi Rahardja)
  4. Ketua Pengurus Anak Cabang MAGABUDHI Kecamatan Teluknaga, Kosambi, Pakuhaji dan Mauk (PMd. Ong Kai)
  5. Rama/Ramani/Upacarika perwakilan Pengurus Cabang MAGABUDHI Kabupaten Tangerang
  6. Rama/Ramani/Upacarika perwakilan Pengurus Anak Cabang MAGABUDHI Kecamatan Teluknaga, Kosambi, Pakuhaji dan Mauk
  7. Perwakilan Pengurus Vihara dan Cetiya di Wilayah Kecamatan Teluknaga, Kosambi, Pakuhaji dan Mauk

Kegiatan diawali dengan membacakan Namakara Patha yang dipimpin oleh Wakil Ketua PC MAGABUDHI Kabupaten Tangerang (PMd. Widodo), dilanjutkan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Hymne MAGABUDHI. Kemudian Upc. Wira Fernandes selaku Sekretaris PC MAGABUDHI Kabupaten Tangerang membacakan Surat Keputusan (SK) kepengurusan PAC Kec.Teluknaga, Kosambi, Pakuhaji dan Mauk. Dilanjutkan pembacaan dan penandatanganan janji pengurus yang dipimpin oleh PMy. Heriyadi Rahardja, sedangkan untuk penandatanganan dilakukan secara virtual, kemudian mendengarkan Kata Sambutan dari Pengurus Cabang, Pengurus Anak Cabang dan Kata Sambutan oleh Penyelenggara Bimas Buddha Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tangerang                             (Bpk. Sakiyo, S.Ag., M.MPd). Pemberkahan untuk Pengurus yang dilantik  diberikan oleh Padesanayaka Sangha Theravada Indonesia Provinsi Banten (Bhikkhu Atthadhiro Thera), kemudian diakhir acara dilakukan penandatangana berita acara pelantikan secara virtual dan kegiatan ditutup dengan membacakan Namakara Patha. Selamat mengabdi kepada PMd. Ong Kai beserta jajaran kepengurusan PAC Kec.Teluknaga, Kosambi, Pakuhaji dan Mauk. #Tulus Mengabdi Tiada Henti# Berikut dokumentasinya:

MAGABUDHI DI BUMI CENDRAWASIH

 

MAGABUDHI DI BUMI CENDRAWASIH

Oleh : Andriyanto Adhiyana

Hari Minggu, tanggal 7 Maret 2021 menjadi tonggak sejarah berdirinya Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia (MAGABUDHI) di tanah Papua, Bumi Cendrawasih. Pada hari itu secara sah telah dilantik Pengurus Daerah MAGABUDHI Provinsi Papua yang diketuai Rama PMd. Jasmani dan Pengurus Cabang MAGABUDHI Kabupaten Jayapura diketuai  Rama PMd. Sumardi secara langsung oleh Sekretaris Umum  Pengurus Pusat (PP) MAGABUDHI Rama PMy. Tjong Se Fung dari Pengurus Pusat (PP) yang didampingi oleh PMd. Andriyanto.

Pelantikan ini menjadi lebih istimewa karena bertepatan dengan peletakan batu pertama Vihara Numbay Santi Jaya Kota Jayapura, vihara Mazhab Theravada pertama di provinsi Papua khususnya di Kota Jayapura serta bertepatan dengan HUT Kota Jayapura yang ke 111, angka cantik dan keramat seperti apa yang disampaikan oleh Walikota Jayapura Bapak Dr. Drs. Benhur Tomi Mano, MM., dalam sambutannya pada peletakan batu pertama Vihara Numbay Santi Jaya Kota Jayapura.

Rangkaian Kegiatan di mulai pada tanggal 6 Maret 2021 dengan pembacaan paritta pemberkahan lokasi peletakan batu pertama Vihara Numbay Santi Jaya oleh Padesanayaka Sangha Theravada Indonesia (STI) Provinsi Papua yaitu YM Abhayanando Mahathera di dampingi oleh Samanera Anton dan Atthasīlani Gunanandini Ketua Umum ASTINDA (Atthasilani Theravada Indonesia). Vihara ini kelak akan menjadi sarana pujabhakti dan kegiatan keagamaan lainnya secara tetap yang selama ini dilakukan disebuah rumah sewa kurang lebih 6 tahun lalu, akan dibangun 6 lantai dengan biaya kurang lebih 9 milyar rupiah. Acara tersebut dihadiri Pembimas Buddha Kanwil Kemenag Provinsi Papua Bapak Jumari, S.Ag., M.Pd.B, yang berulang tahun pada tanggal tersebut.

Selanjutnya tibalah saat yang dinanti-nanti yaitu peletakan batu pertama Vihara Numbay Santi Jaya yang diketuai oleh Rama PMd. Jasmani, pada pukul 14.00 WIT hari Minggu, 7 Maret 2021. Acara tersebut dihadiri oleh Walikota Jayapura, Kakanwil Kemenag Provinsi Papua dan Pembimas Buddha kementerian  Bapak Jumari, S.Ag, M.Pd.B. Perlu diketahui bahwa beliau merupakan motor utama penggerak berdirinya MAGABUDHI di tanah Papua, disamping beliau sebagai pejabat publik beliau juga merupakan pandita di MAGABUDHI. Hadir pula para dunator baik lokal maupun dari luar Provinsi Papua, seperti Ibu Susy Tan dari Manokwari Provinsi Papua Barat yang menjadi salah satu penggerak kebaikan berlangsungnya acara tersebut, serta Pembimas Buddha Kanwil Kemenag Provinsi Papua Barat Bapak Sugiarto, S.Ag.

Setelah rangkaian acara peletakan batu pertama selesai dilanjutkan dengan pelantikan PD MAGABUDHI Provinsi Papua & PC MAGABUDHI Kab. Jayapura, yang di rangkai bersama pelantikan DPC PATRIA Kota Jayapura secara virtual, tidak selesai sampai disitu acara kemudian dilanjutkan dengan pelantikan visudha pandita yang berjumlah 5 orang yaitu PMd. Jasmani, PMd. Kartono, PMd. Sumardi, PMd. Suanto, PMd. Victor, tentunya ini juga menjadi sejarah baru dan keistimewaan tersendiri. Demikian lengkap sudah sarana pengembangan Buddha Dhamma khususnya mazhab Theravada di propinsi Papua. Seperti Moto Kota Jayapura yaitu ” Satu Hati Membangun Kota Untuk Kemuliaan Tuhan “, demikian hendaknya pengabdian dan pengembangan Buddha Dhamma di tanah Papua yaitu “Satu Hati membangun Buddha Dhamma untuk kemuliaan Tiratana”, demikian pesan dari YM Abhayanando Mahathera. Selamat dan Sukses.

Agenda selanjutnya pada hari Senin, 8 Maret 2021, PMy. Tjong Se Fung, SE.,MM, berkesempatan menjadi narasumber pada kegiatan Pemberdayaan Rumah Ibadah Agama Buddha di lingkungan Bimbingan Masyarakat Buddha Kantor Wilayah Kementerian Agama Buddha Provinsi Papua, yg diselenggarakan oleh Pembimas Buddha Kemenag Provinsi Papua dengan tema “Peningkatan Peran Rumah Ibadah Sebagai Tempat Pendidikan”, dengan dimoderatori oleh PMd. Andriyanto, sesi ini berjalan dengan baik dan peserta yang terdiri dari berbagai majelis aktif dan antusias mengikuti.

Demikian berakhir sudah tonggak sejarah khususnya MAGABUDHI telah ditancapkan di tanah Papua, Bumi Cendrawasih secara resmi, semoga semakin berkembang, dan bermanfaat untuk kebaikan semuanya, selamat mengabdi tulus tiada henti.

Burung Irian Burung Cendrawasih, sekian dan terimakasih. Sampai jumpa lain waktu.

Berikut adalah dokumentasinya:

Donor Organ sebagai Bentuk Karuna bagi Sesama dan Kemajuan Dunia Kedokteran

Donor Organ sebagai Bentuk Karuna bagi Sesama dan Kemajuan Dunia Kedokteran

 

Ia yang memberikan tubuh jasmani nya; akan tetap hidup walaupun telah tiada

Online Dhamma Talk

Hari : Sabtu
Tanggal : 20 Juni 2020
Pukul : 15.00 – 17.00 WIB
Tema : Donor Organ sebagai Bentuk Karuna bagi Sesama dan Kemajuan Dunia Kedokteran ”

Narasumber
YM Bhikkhu Santacitto Ph.D
Pdt Dr Mettasari Sim M.M CPS®

Join Zoom Meeting
https://zoom.us/j/6747735917?pwd=bXhmMXI1WjNkYjFxYjBYTU1tam9aQT09
(Room dibuka 15 menit sebelum acara)

Meeting ID: 674 773 5917
Password: 696139

Link Youtube:
https://youtu.be/aEeq4NgyZ7A

Informasi:
Ratna : 081314303292
KMJ : 081381173361