081312351976 ppmagabudhi@yahoo.com

MAGABUDHI_Pati, 15 Mei 2014


“Dalam suasana Hari Raya, disamping kita mengenang kembali tiga peristiwa agung, kita mengingat pula para leluhur yang menjadikan kita ada. Kita wajib menjunjung tradisi luhur yang ada, dilaksanakan dengan pemahaman yang benar”.

Demikian dikemukakan oleh Pandita D. Henry Basuki dalam uraiannya pada Puja Bakti Waisak 2558 di Candi Khemasarano, Juwana (Kab Pati, Jateng) pada pagi hari Waisak 2558 tnggal 15 Mei 2014.

Diingatkan, bahwa untuk dapat merayakan Waisak sebagai hari raya resmi di negara kita, para pendahulu memerlukan waktu 25 tahun sebagai proses perjuangannya. Dengan demikian kita wajib merayakan Hari Waisak dengan penuh makna karena marupakan salahsatu tanda pengakuan adanya agama Buddha sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


Dalan uraian kali ini, disampaikan pula bahwa budaya puja wajib dilakukan secara tekun oleh umat Buddha. Dengan demikian kita dapat memelihara keberadaan setiap tempat ibadah. Pengalaman pahit bagi umat Buddha adalah dinyatakannya Candi Borobudur sebgai monumen mati karena cukup lama tidak dipergunakan untuk puja oleh umat Buddha. Hal ini bisa terulang bila vihara yang ada tidak dipergunakan untuk puja secara rutin.

Sebagai menifestasi pelaksanaan puja, merupakan salahsatu karifan local dengan cara mempersembahkan amisa puja ketika melakukan peribadatan. Banyak umat tidak memperhatikan hal ini.

Sebagian besar umat Buddha tidak mempersembahkan amisa puja secara rutin, padahal bunga di halaman rumah dapat dipergunakan. Paling tidak pada hari uposatha kita usahakan persembahan lilin, dupa dan bunga pada altar sebagai salahsatu bentuk penghormatan pada Sang Triratna. Kalau hal ini sudah membudaya, akan tampak semarak, asri dan anggun vihara-vihara yang ada di Indonesia. Dengan upaya ini, kita membangkitkan kembali vitalitas agama Buddha yang hamper punah karena tenggelam selama 500 tahun.


Di penghujung Puja Waisak ini, umat memberikan ucapan Selamat Waisak kepada para sesepuh. Ucapan Waisak yang disertai rasa hormat atas bimbingan sesepuh dilakukan dengan cara menuangkan air buga di tangan para sesepuh secara bergiliran.

Malam menjelang Waisak 2558, umat melaksanakan puja yang diteruskan dengan tirakatan. Menjelang detik Waisak umat kembali berkumpul. Dibawah pimpinan Pandita Madya Hartono detik Waisak disongsong dengan meditasi yang sebelumnya dibacakan Pesan Waisak 2558 Sangha Theravada Indonesia.