Komunitas Buddhis di Indonesia belakangan ini sedang dihangatkan oleh kehadiran sebuah tradisi agama Buddha dari Thailand yang kontoversial: Dhammakaya.
Siapa sih Dhammakaya dan kenapa menimbulkan kontroversi?
Penjelasan tentang Dhammakaya yang paling menjadi rujukan adalah tulisan Mano Mettanando Laohavanich yang dimuat pada Journal of Buddhist Ethics volume 19 tahun 2012 dengan judul Esoteric Teaching of Wat Phra Dhammakaya. Mettanando adalah mantan bhikkhu yang ikut mendirikan Dhammakaya. Ia pernah tinggal cukup lama di Wat Phra Dhammakaya, vihara terbesar di dunia yang berbentuk piring terbang di utara Bangkok, sekitar 20 tahun. Kini ia menjadi dosen di Thammasat University.
Tidak sulit untuk mengenali Dhammakaya. Jika Anda melihat foto pabajja atau pindapatta dengan jumlah peserta sangat banyak namun tertata rapi dan biasanya membentuk sebuah konfigurasi, dan memakai jubah kuning cenderung orange dengan bahu kanan terbuka, bisa dipastikan itulah Dhammakaya.
Kebanyakan orang yang baru kenal Dhammakaya, terkesan oleh kerapian, kedisiplinan yang tinggi, upacara-upacara yang terorganisir dengan baik, serta publikasi dengan kualitas profesional, yang kontras dengan kebanyakan aliran Buddhis lain yang agak tidak terorganisir dengan baik dan dengan pengelolaan yang amatir.
Menurut catatan Mettanando, dalam waktu tiga dekade terakhir, Dhammakaya telah memiliki jutaan pengikut, baik di Thailand sendiri maupun di lebih dari 40 cabang di luar Thailand, termasuk yang berasal dari kalangan intelektual, para pemuda dan mahasiswa yang mengorbankan hidup mereka demi melayani gurunya, di bawah kepemimpinan Phra Chaiboon Dhammajayo, yang ditahbiskan tahun 1969.
Tidak seperti komunitas Buddhis lain di Thailand, dimana ajaran guru tetap terbuka untuk umum, ajaran Dhammakaya dibangun di atas lingkaran ajaran rahasia “Vijja Dhammakaya”, yang disusun oleh mendiang kepala vihara sebelumnya, Phra Monkhol-thep-muni.
Phra Monkhol-thep-muni menemukan Dhammakaya pada suatu hari bulan purnama saat pertengahan masa vassa tahun 1916 yang dikatakannya memungkinkan untuk membawa kembali ajaran asli Sang Buddha, yang disebut “Vijja Dhammakaya”. Menurut deskripsinya, sebuah bola kristal terang yang dia lihat saat meditasi pada dini hari itu mengantarkan kesadarannya lebih lanjut ke arah dalam, dan setelah melewati lapisan-lapisan tubuh yang halus di bagian dalam, satu di dalam yang lain, dia menemukan Tubuh Pencerahan Buddha.
Nibbana, menurut Phra Monkhol-thep-muni, adalah sebuah alam tempat tinggal, sebuah bundaran kristal raksasa dengan diameter 141.330.000 yojana dan sebuah cangkang yang mengelilinginya yang berdiameter 15.120.000 yojana. Tepi bawah dari Nibbana berada di atas Triloka dengan ketinggian tiga kali diameter Triloka. Nibbana hanya dihuni oleh Dhammakaya para Buddha masa lampau, saat ini, dan masa depan.
Merasa yakin akan pengalaman spiritualnya, ia mengadakan retret meditasi yang tertutup untuk umum, eksklusif bagi para siswa lanjutan yang telah mencapai Dhammakaya. Dari khotbah-khotbah Phra Monkhul-thep-muni yang dipublikasikan, sangat jelas bahwa dia menganggap dirinya sebagai yang diutus ke dunia untuk menghancurkan para mara; diutus oleh Phra-Ton-thad, pencipta Nibbana, surga, dan bumi.
Menurut Phra Dhammajayo, almarhum Kepala Vihara Wat Paknam Bhasicharoen mempercayai bahwa Hitler pada hakikatnya adalah orang baik, yang kemenangannya di Perang Dunia II akan mendatangkan kebaikan bagi dunia, Buddhisme, dan aliran meditasi Dhammakaya. Lebih lanjut, Phra Dhammajayo menjelaskan bahwa Hitler adalah bagian dari gelombang reinkarnasi besar para Dhammakaya dari Nibbana Cahaya yang diutus oleh Phra-Ton-thad.
Tidak seorang pun yang berani membantah ajaran Kepala Vihara tersebut secara terbuka. Komunitas itu ingat betul kasus Phra Viriyasako, salah satu pendiri Wat Phra Dhammakaya, yang dihormati sebagai bhikkhu nomor tiga yang paling berkuasa di komunitas itu. Pada tahun 1986, dia bangkit dan mengecam Kepala Vihara sehubungan dengan ajarannya dan korupsi di dalam kepengurusannya. Hasilnya adalah dia dan dua bhikkhu baru langsung dikucilkan dari vihara dan diasingkan di Wat Pak Nam Bhasicharoen. Akibat lain adalah, sebuah aturan komunitas yang keras diberlakukan bahwa setiap orang yang terdengar mengkritik Kepala Vihara atas dasar apa pun akan segera diusir, bahkan walaupun tuduhan itu hanya didukung oleh seorang saksi. Sekali lagi, Phra Dhammajayo menang dan membersihkan jalannya menuju kendali yang absolut atas komunitas.
Setidaknya ada 11 hal yang membuat Dhammakaya berbeda dengan agama Buddha pada umumnya:
- Wat Phra Dhammakaya dinyatakan sebagai sumber pahala terbesar.
- Nibbana adalah suatu alam, suatu lapisan bola kristal raksasa yang berkilau, tempat berdiam Dhammakaya dari semua Buddha.
- Nibbana bukan tujuan akhir. Dengan pengetahuan Dhammakaya, sang diri sejati dari setiap orang, ada suatu tempat yang lebih tinggi dan superior daripada Nibbana.
- Adanya sosok Phra Ton Thad (Tuhan) sebagai pencipta Nibbana, surga, dan bumi, juga semua Dhammakaya Cahaya.
- Adanya Dhammakaya Kegelapan yaitu mara, yang merupakan lawan dari Dhammakaya Cahaya.
- Adanya perang kosmik antara kekuatan gelap (mara) dan Phra Ton Thad.
- Penemu meditasi Dhammakaya, Phra Monkhol-thep-muni (Kepala Wat Pak Nam Bhasicharoen) menyatakan dirinya sebagai penemu kembali ajaran murni Buddha, yaitu Vijja Dhammakaya.
- Phra Monkhol-thep-muni dikirim Phra Ton Thad ke dunia ini untuk membasmi mara.
- Phra Dhammajayo (Kepala Wat Phra Dhammakaya) menyatakan dirinya sebagai reinkarnasi Phra Ton Thad (Tuhan) yang menugaskan Phra Monkhol-thep-muni untuk berperang dengan mara.
- Awal semesta ini adalah kekosongan. Tiba-tiba, muncul Dhammakaya yang sangat terang, yaitu Phra Thon Tad. Hampir bersamaan, Dhammakaya Kegelapan muncul. Juga muncul Dhammakaya dengan warna mengkilap. Tiga Dhammakaya ini adalah asal usul pertama dari semuanya. Ketiganya menggandakan diri dan berusaha saling menaklukkan.
- Pasukan Dhammakaya Cahaya dibagi menjadi 4: Prajurit (berperang melawan mara), Mualim (menyebarkan Vijja Dhammakaya), Pembangun (membangun struktur bangunan untuk pasukan), dan Pemasok (mendanai misi).
Meskipun memiliki pengikut dalam jumlah banyak, namun Dhammakaya bukanlah suatu mazhab tersendiri. Menurut Sekjen Konferensi Agung Sangha Indonesia (KASI) Bhikkhu Dhammakaro, “Dhammakaya di Thailand itu ternyata hanya salah satu vihara yang cukup besar dan didukung dana (yang besar), bukan suatu mazhab atau ordo.” Dhammakaya merupakan bagian dari ordo Mahanike.
Ternyata kontroversi terhadap kehadiran Dhammakaya tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di negara asalnya Thailand. “Di Thailand di radio tiap hari ada perbincangan tentang Dhammakaya, di sana juga jadi kontroversi,” ujar Bhikkhu Dhammakaro. Namun karena pengaruhnya yang kuat hingga ke pemerintahan, akhirnya ruang gerak mereka menjadi leluasa.
Organisasi sejenis Dhammakaya ini sebenarnya pernah ada di Thailand ratusan tahun lalu, dan kini muncul lagi dengan nama baru. “Tapi kali ini lebih agresif dan strict dengan pandangannya, dengan didukung oleh ekonomi yang kuat,” jelas Bhikkhu Dhammakaro.
Di Indonesia, Dhammakaya saat ini sedang mengadakan pabajja samanera bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri (STABN) Sriwijaya, Serpong, Tangerang tanggal 20 Desember 2013 sampai 1 Januari 2014. Ini adalah untuk kedua kalinya. Selain itu, Dhammakaya juga telah mendirikan sebuah center di Tangerang, yang seperti diketahui merupakan kantong umat Buddha tradisi Theravada. Dhammakaya juga dikabarkan berusaha masuk ke Temanggung, Jawa Tengah yang juga merupakan salah satu kantong utama umat Buddha di Indonesia.
Sejumlah orang khawatir dengan kehadiran Dhammakaya ini karena agresif menggaet umat, dan terutama karena dianggap memiliki ajaran yang berbeda dengan agama Buddha pada umumnya. Menanggapi adanya sejumlah kekhawatiran tersebut, KASI melalui badan Dhammaniyoga –sejenis badan fatwa– sedang mempelajarinya. “Kalau memang tidak sesuai dengan Buddhis, kita akan sampaikan (ke umat),” jelas Bhikkhu Dhammakaro.
Sementara itu Ketua Umum Sangha Theravada Indonesia Bhikkhu Jotidhammo menganggap adanya kultus individu terhadap pimpinan Wat Phra Dhammakaya. Ia berharap agar Dhammakaya tidak merekrut umat-umat yang sudah di bawah binaan Sangha yang ada. “Karena umat Buddha sudah masuk dalam binaan Sangha Theravada Indonesia, Sangha Agung Indonesia, dan Sangha Mahayana Indonesia, jangan masuk ke situ lagi,” harap Bhikkhu Jotidhammo. ( Sutar Soemitro)