BuddhaZine_ Mei 2016.
Pasamuan Agung IX Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia (Magabudhi) telah selesai dan menetapkan Pandita Dharmanadi Chandra sebagai ketua umum terpilih 2016-2021. Pasamuan yang digelar di Hotel Mega Matra, Jakarta Timur ini berlangsung selama tiga hari, 5-7 Mei 2016. Dengan dihadiri oleh lebih dari 2/3 pengurus pusat, daerah dan cabang, forum tertinggi Magabudhi ini telah sah untuk reorganisasi kepengurusan.
Secara keseluruhan pasamuan berjalan lancar, dengan segala dinamika rapat bahasan, dari membahas perubahan AD/ART organisasi, program kerja, etika pandita, sampai rekomendasi. “Pasamuan kali ini sangat menarik dengan segala dinamikanya. Banyak pemikiran yang muncul dalam sidang-sidang komisi. Inilah Magabudhi yang sebenarnya, dan ini bisa menjadikan Magabudhi lebih maju ke depannya,” ujar Harmanto, Mahapandita Magabudhi.
Pemilihan ketua umum sendiri menggunakan mekanisme pemilihan secara langsung oleh pengurus daerah dan pengurus cabang. Pengurus daerah mempunyai hak satu suara, begitu juga dengan pengurus cabang. Meskipun setiap cabang mengirimkan lebih dari 1 orang utusan, namun pengurus cabang hanya berhak atas 1 suara. Jadi total suara ada 82 suara dari 76 pengurus cabang dan 21 pengurus daerah, karena ada yang sudah lebih dulu pulang.
“Masing-masing PC dan PD berhak atas satu suara untuk memilih calon ketua umum yang layak, yaitu para pandita penuh. Mereka diminta untuk menuliskan nama calon di kertas secara tertutup, kertas yang sudah berisi nama, digodok ke dalam sidang tertutup pandita penuh. Jadi pandita penuh sifatnya hanya meneruskan usulan dari PD dan PC, dari situ akan muncul suara terbanyak. Namun untuk ketentuan menjadi ketua bukan hanya mempertimbangkan perolehan suara, tetapi ada aspek lain, misalnya, walaupun mendapat suara terbanyak tetapi tidak siap untuk menjadi ketua umum, ya akan dipilih suara terbanyak kedua. Begitu juga apabila suara terbanyak kedua tidak siap, ya akan dipilih yang paling siap dan layak untuk memimpin Magabudhi ke depan,” jelas Suyanto, ketua sidang Pasamuan Agung IX Magabudhi.
Dalam berita acara sidang pandita penuh yang dipimpin oleh Pandita Sidharta Bodhi dan Sekretaris Mettadewi Wong dengan anggota 21 orang, menetapkan hasil pemungutan suara pemilihan ketua umum yang dipilih oleh pengurus daerah dan pengurus cabang serta berdasarkan pertimbangan sidang pandita penuh menetapkan Dharmanadi Chandra sebagai ketua umum Magabudhi periode 2016-2021.
Dharmanadi Chandra dipilih sebagai ketua umum Magabudhi yang baru karena rekam jejaknya dianggap mampu untuk memajukan Magabudhi ke depan. Sugiyanto, salah satu pandita penuh yang ikut dalam sidang tertutup menuturkan bahwa terpilihnya Dharmanadi Chandra sebagai ketua umum adalah hasil pertimbangan dari berbagai aspek, di antaranya menurut hasil pemilihan suara dan sebagai pendita penuh, Dharmanadi Chandra adalah sosok yang mampu merangkul berbagai pihak, baik internal Magabudhi maupun organisasi lain dan pemerintah. “Track record beliau dalam menjalin hubungan hubungan baik intern Magabudhi, KBTI, organisasi lain maupun pemerintah sangat baik, itulah yang menjadi salah satu pertimbangan kami, selain perolehan suara,” jelas Sugiyanto.
Dedikasi Dharmanadi Chandra untuk Buddha Dhamma
Dharmanadi Chandra lahir pada tanggal 21 Desember 1963 di Padangsidempuan, Medan, Sumatera Utara. Pertama kali mengenal agama Buddha sejak Sekolah Menengah Atas, dan mendalaminya dengan beberapa guru Dhamma berpengaruh di Indonesia, seperti Romo Pandita Supomo, Aris Munandar, Bhante Jinadhammo, Bhante Sri Pannyavaro, Bhante Uttamo, Bhante Jotidhammo, sampai Tan Ajahn Suchart Abhijato.
Sejak mengenal agama Buddha, ia aktif dalam berbagai kegiatan agama Buddha dan dan terlibat dalam berbagai organisasi Buddhis. Ia juga tercatat sebagai pendiri dan ketua umum beberapa organisasi kepemudaan Buddhis, seperti mendirikan Vidyasena Vihara Vidyaloka Yogyakarta (organisasi mahasiswa Buddhis Theravada di Yogyakarta) dan pernah menjabat sebagai ketuanya. Ia juga pernah menjabat sebagai ketua umum Pemuda Buddha Dhamma Indonesia (sekarang Patria) periode 1993-1995. Pengalamannya di berbagai organisasi Buddhis mengantarkannya mewakili umat Buddha dalam berbagai pertemuan internasional. Atas pengabdiannya menjadi Dhammaduta, pada tahun 1995, Sangha Theravada Indonesia memberikan penghargaan Abdi Dhamma.
Dharmanadi Chandra sejak tahun 1985 memegang berbagai jabatan dalam organisasi Buddhis, seperti Sekretaris Umum Yayasan Buddhis Theravada Indonesia, anggota Dewan Pembina Yayasan Siripada, dan Wakil Dayakasabha Bidang Pendidikan Pusdiklat Buddhis Sikkhadhamma Santibhumi BSD. Sebelum terpilih menjadi ketua umum, di Magabudhi, pria dangan gaya kepala plontos ini menjabat sebagai Ketua Bidang Pendidikan PP Magabudhi periode 2011-2016.
Selain menjadi pandita, Dharmanadi Chandra juga pernah menjalani kehidupan pabbajita, sebagai samanera di Vihara Mendut dan pernah ditahbis menjadi bhikkhu di Wat Bovoranives Raja Vihara, Bangkok, Thailand dan menjadi bhikkhu selama massa vassa 10 Juli sampai 10 Novermber 2005 di Wat Yannasamvararam, Chontbury, Thailand.
“Seorang Dhammaduta harus mempunyai pengetahunan Dhamma yang baik, kemudian dibutuhkan komitmen dan konsistensi untuk menjalankan Dhamma yang diyakininya ketika melakukan pengabdian. Senantiasa melakukan samadhi/evaluasi diri dari pengabdian yang dilakukan. Dhamma akan membangun integritas dan kredibilitas seorang pandita, serta memberikan semangat, kekuatan ketenangan diri, sikap rendah hati dan kebahagiaan dalam mengabdi kepada umat Buddha,” ujar Dharmanadi Chandra.
Ketua Baru, Harapan Baru
Terpilihnya Dharmanadi Chandra sebagai ketua umum Magabudhi, disambut baik oleh seluruh anggota Magabudhi. Kemampuannya berkomunikasi, ketulusannya dan totalitasnya dalam mengabdi dan kegemarannya blusukan membabarkan Dhamma ke berbagai daerah dianggap mampu merangkul seluruh anggota Magabudhi di berbagai daerah.
Rudi Harjon, pengurus Magabudhi wilayah Sumatera misalnya, menganggap terpilihnya Dharmanadi Chandra merupakan harapan baru bagi perkembangan umat Indonesia. Rudi Harjon berharap, ketua umum yang baru dapat membangun keakraban yang erat antar pengurus. “Dengan turun langsung ke daerah-daerah, membangun komunikasi yang baik untuk menghindari perselisihan, inilah harapan baru kemajuan Buddha Dhamma,” ujarnya.
Sementara itu Tri Widianto, pengurus Magabudhi Yogyakarta yang telah lama mengenal Dharmanadi Chandra bercerita, “Saya mengenal seorang mahasiswa ‘gila’ yang datang ke Jogja, lebih sibuk ke perpustakaan daripada kuliah, lebih sibuk ke vihara dan menemui Bhante Pannya di Vihara Mendut. Pemuda ‘gila’ inilah yang mendirikan Patria dan Vidyasena. Saya juga mengenang kakak yang saat itu bersama naik kereta api dari Jogja ke Solo, setelah makan soto, ia sakit perut dan harus dirawat di rumah sakit, sampai Bhante Pannya mengatakan kita harus bersiap bila terjadi yang terburuk. Namun beberapa saat kemudian kakak ini mengirimkan sms ke saya, ‘Kalau saya hidup, hidup saya akan saya dedikasikan untuk Buddha Dhamma’. Mahasiswa ‘gila’ dan kakak yang bersama naik kereta itulah Dharmanadi Chandra, beliaulah yang membuat saya dengan bangga menjadi Magabudhi.”
Tri Widianto berharap, di tangan Dharmanadi Chandra, Magabudhi bisa berubah ke arah yang lebih baik, “Perubahan itu pasti, kita harus siap untuk berubah atau sejarah akan menggilas, dan Magabudhi harus ikut dalam perubahan itu.”