081312351976 ppmagabudhi@yahoo.com

PD MAGABUDHI Prov. Kalbar Sukses menggelar Pasamuan Daerah

MAGABUDHI_Oktober 2014

Minggu, 26 Oktober 2014, dilaksanakannya Pasamuan PD Magabudhi Kalbar yang bertempat di Hotel Borneo Pontianak. Pada pasamuan ini dihadiri 5 pengurus cabang MAGABUDHI yakni PC Kota Pontianak, PC Kab. Kubu Raya, PC Kab. Pontianak (Mempawah), PC Kota Singkawang dan PC Kab. Ketapang, dihadiri juga oleh Pengurus Pusat MAGABUDHI oleh PMy. Tjong Se Fung dan Pdt. Camellia Darmawan, BSc. dan juga dihadiri oleh Upa-Padesanayaka Kal-Bar Y.M. Bhikkhu Upasamo.

Acara dimulai dengan namakara-patha kemudian pembacaan tata tertib oleh pimpinan sidang 1, Upc. Andrik Sugandho, serta laporan PD MAGABUDHI Kalbar lalu penyerahan berita acara oleh PD MAGABUDHI Kalbar kepada pimpinan sidang 2, PMd. Slamet, lalu dilanjutkan dengan penyusunan program kerja.

Setelah itu acara masuk ke sesi pemilihan Ketua dengan sistem pemungutan suara dan hasil yang didapat adalah terpilihnya kembali lagi PMy. dr. Ali Fuchih Siauw sebagai Ketua PD MAGABUDHI Kalbar dan Pmd. Padipo sebagai Wakil Ketua. Selamat kepada Ketua dan Wakil Ketua yang terpilih semoga membawa kemajuan Buddha Dhamma di Bumi Khatulistiwa ini, Tulus Mengabdi Tiada Henti. Kerja Kerja Kerja!!!

Peringatan HUT Ke 38 MAGABUDHI di Berbagai Daerah


MAGABUDHI_Oktober 2014
Peringatan HUT ke 38 MAGABUDHI diberbagai daerah berlangsung hikmat dan sederhana. Beberapa daerah mengadakan acara sesederhana mungkin seperti hanya dengan pujabhakti. Hal ini dibuat agar MAGABUDHI lebih memaknai pengabdiannya dan sumbangsihnya dalam perkembangan Buddha Dhamma khususnya maszab Theravada di Indonesia.


Untuk memperingati HUT tersebut, beberapa daerah yang menggelar acara syukuran adalah Pontianak, Ketapang yang semuanya pada wilayah Kalimantan Barat, yang ditandai dengan potong kue ulang tahun bertuliskan MAGABUDHI dan Tumpeng. Hal ini lebih meriah lagi karena seperti peringatan yang dilakukan di Ketapang, bersamaan dengan HUT WANDANI dimana semuanya termasuk dalam KBTI (Keluarga Buddhis Theravada Indonesia)

Sementara perayaan kegiatan Hari Ulang Tahun ke 38 MAGABUDHI di kota Medan dipusatkan di Kampus Mikroskil Gedung B, Jl. Thamrin 112 Medan, yang dikemas dalam bentuk kongkow Dhamma besama YM. Bhikkhu Guttadhammo Thera dan pandita senior di Medan yaitu Rama PMy. Rudi Hardjon Dhammarajadasa, S.H., S.Ag, dengan judul pembahasan Jangan jadi umat Buddha bohong-bohongan.

Peringatan Hari Ulang Tahun ke 38 MAGABUDHI di Surabaya, Jawa Timur, di selenggarakan di Vihara Dhammadipa, yang diikuti anggota MAGABUHDI dari berbagai wilayah di Jawa Timur.


Demikian sekilas kegiatan dari berbagai daerah di Indonesia yang merayakan atau memperingati HUT ke 38 MAGABUDHI, Seperti yang dilakukan di Jakarat yang diselenggarakan oleh PP MAGABUDHI sendiri dilaksanakan di Vihara Theravada Buddha Sasana Kelapa Gading Jakarta Utara. Nampak hadir dalam peringatan tersebut adalah Dirjen Bimas Buddha Kemenag RI, Bapak Drs. Dasikin, M.Pd., serta Pembimas Buddha Kanwil DKI Jakarta, Bapak Suwanto, S.Ag., peringatan yang mengambil tema melayani dengan tulus tersebut dirangkai dengan beberapa kegiatan seperti kunjungan kasih ke anggota atau keluarga anggota MAGABUDHI yang mengalami duka cita dan sarasehan pandita sebagai momentum untuk maningkatkan kwalitas pengabdian.

Semoga MAGABUDHI terus Maju melayani dengan Tulus.

Tulus mengabdi tiada henti.

PD MAGABUDHI Prov. Kalbar gelar KDD (Kursus Dhammaduta)


MAGABUDHI Oktober 2014
Untuk lebih meningkatkan kualitas pengabdian maupun pelayanan kepada umat Buddha Theravada pada khususnya di wilayah Kalimantan Barat maka diperlukan peningkatan pengetahuan maupun keterampilan akan Proses pengabdian dan Teknik Pelayanan umat, sehingga peran mereka menjadi berkembang, tidak hanya dalam lingkup pribadi secara internal, namun mampu melakukan pengabdian atau pun pelayanan yang sesuai dengan kaidah maszab Theravada khususnya di wilayah Kalimantan Barat. Oleh karena itu telah dilaksanakan Kursus Dhammaduta (KDD) oleh PD. MAGABUDHI Kalimantan barat yang berlangsung dari tanggal 30 Agustus 2014 sd 21 September 2014.

Kursus dilaksanakn di Vihara Dhammasiri Jaya, jl. Parit dua gang Flamboyan IIIB No.8. Kubu Raya. Kursus diberikan sebanyak 8 kali pertemuan setiap hari Sabtu dan Minggu dan dibimbing oleh para Romo Pandita berasal baik dari PP. Magabudhi maupun dari PD dan PC. Magabudhi di Kalimantan barat. Pembimbing dari PP. magabudhi antara lain Romo Pandita Dharmanadi Chandra, Romo P.Md. Hendri Ganda dan Romo Pandita dr. Dharma K. Widya,Sp.Ak. Dari 28 peserta kursus, setelah mengikuti kursus dengan baik ternyata 23 Upasaka/Upasika peserta KDD memutuskan untuk menjadi anggota Magabudhi dan menjadi Upacarika. Maka pada akhir kursus setlah memperoleh Sertfikat Kursus para upasaka dan upasika langsung di visudhi menjadi Upacarika di Vihara Dhammasiri Jaya oleh YM. Bhikkhu Pannanando Thera. disaksikan oleh Romo Pandita dr. Dharma K. Widya, Sp.Ak.
Demikian hal ini dimaksudkan untuk memperkuat keyakinan dan membagikan pengetahuan dan ketrapilan untuk perkembangan Buddha Sasana khususnya di Wilayah Kalimantan Barat.

PROF. CHAMLONG DISAYAVANISH MENGAJARKAN MEDITASI BUDDHIS BERBASIS BUKTI DARI ILMU KESEHATAN JIWA


Sudah kita ketahui, bahwa teknik meditasi Buddhis yang dikenal sebagai “meditasi kewaspadaan penuh” atau “mindfulness meditation” atau meditasi Vipassana sudah banyak dipraktikkan dengan berbagai versinya, seperti Goenka, Mahasi Syadaw, dll. Namun agaknya baru sekali ini kita kedatangan tamu istimewa seorang guru besar ilmu kesehatan jiwa dari Chiangmai University Thailand yang juga instruktur ahli meditasi vipassana. Beliau mempraktikkan dan mengajarkan teknik meditasi “mindfulness” yang berlandaskan ilmu kesehatan jiwa atau psikologi modern Barat. Hal ini didasarkan atas hasil riset beliau yang
tertuang dalam disertasinya yang diajukan di Amerika Serikat, tentang efek meditasi Buddhis mengatasi stres dan kecemasan. Dalam artikel ini akan kita bahas tuntas dan ringkas mengenai teknik meditasi kewaspadaan penuh, didasarkan atas ilmu kesehatan jiwa seperti diajarkan Prof. Chamlong Disayavanish, MD.

Profil singkat Prof. Chamlong Disayavanish.

Prof. Chamlong Disayavanish adalah seorang dokter ahli kesehatan jiwa (psikiater) lulusan University of Illinois, Amerika Serikat, telah mendalami dan mempraktikkan ilmu kesehatan jiwa dan meditasi selama tidak kurang dari 30 tahun. Hingga kini beliau menjadi anggota dari American Psychiatrist Association. Di Universitas Chiangmai beliau selain mengajar ilmu kesehatan jiwa, juga menjadi instruktur meditasi vipassana bagi mahasiswa kedokteran yang akan naik dari tingkat satu ke tingkat dua. Ketika penulis bertemu beliau dalam
kongres International Association of Theravada Buddhist Universities tentang psikologi Buddhis di Yangon, beliau adalah salah satu undangan yang memberikan presentasi. Prof. Chamlong juga aktif menulis buku tentang ilmu kesehatan jiwa dan meditasi vipassana. Hingga kini beliau masih aktif berpraktik sebagai psikiater yang memberikan terapi bukan hanya memakai obat-obatan (medikasi), dan psikoterapi, tapi juga dengan meditasi kewaspadaan penuh. Berdasarkan pengalaman beliau, pasien dengan gangguan kejiwaan tertentu (neurosis) yang bosan makan obat bertahun-tahun, dapat dilatih meditasi hingga dapat menghentikan obat dan terbebas dari masalah kejiwaannya. Namun beliau juga
mengingatkan, ada gangguan jiwa tertentu (psikosis) yang tidak dapat atau tidak boleh berlatih meditasi sendiri, melainkan harus di bawah pengawasan instruktur yang profesional. Beliau berkunjung ke Indonesia antara tanggal 9 hingga 16 Februari 2014 atas undangan STAB Nalanda. Namun kepakaran beliau telah pula menarik minat para dokter spesialis kesehatan jiwa Indonesia, sehingga pada tanggal 13 dan 14 Februari Prof. Chamlong diminta memberikan presentasi dan workshop tentang meditasi “mindfulness” di Departemen Psikiatri FKUI/RSCM, khusus untuk kalangan kedokteran di FKUI/RSCM. Ternyata yang hadir cukup banyak dan pertanyaan pun berlimpah tentang topik yang dibawakannya. Psikologi Buddhis selaras dengan psikologi modern.

Sesuai prinsip ehipassiko, Guru Agung Buddha telah menitahkan dalam Kalama Sutta, agar jangan percaya begitu saja pada apa yang dikatakan guru ataupun kitab suci sekalipun. Tapi buktikanlah, jika hal tersebut bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain, tidak dicela oleh orang bijak, maka layaklah itu dipraktikkan. Jika sebaliknya, tentu tidak layak dipraktikkan. Meditasi vipassana sebagai ajaran khas Buddha pun tidak terkecualikan, perlu dikaji dan dibuktikan kebenaran dan kelayakannya. Itulah yang dilakukan Prof. Chamlong Disayavanish. Beliau membandingkan konsep “mind” atau pikiran menurut Sigmund Freud, dengan konsep pikiran menurut psikologi Buddhis. Kalau menurut Freud, pikiran dapat diibaratkan dengan gunung es yang terapung di samudra luas. Bagian yang terlihat di permukaan laut hanyalah sebagian kecil, sisanya sebagian besar terbenam di bawah lautan. Menurut Freud, pikiran dapat dibagi menjadi tiga bagian: sadar (the conscious), prasadar (the preconscious) dan nirsadar (the unconscious; atau disebut jugathe subconscious).

Pikiran sadar adalah segala yang dapat kita cerap melalui panca-indera kita, yaitu melalui
penglihatan, pendengaran, pengecapan, penghiduan, dan perabaan. Sedangkan
prasadar adalah yang tidak kita sadari, tapi kalau ditanya, kita dapat menjawab atau menyadarinya. Misalnya ditanya tentang tempat dan tanggal lahir, nomor telepon, nama ibu dan ayah, dan sebagainya, kita dapat menjawabnya. Bagian ketiga, nirsadar adalah yang tidak dapat kita ingat atau sadari. Bagian ini berisi ingatan masa anak, masa remaja, dorongan emosi, ambisi, seksual, kedongkolan, trauma psikis, dan lainnya. Bagian ini walaupun tidak disadari, tapi sewaktu-waktu dapat mempengaruhi pikiran sadar. Maka kadang kala kita sekonyong-konyong dapat merasa kesal atau cemas atau dongkol tanpa sebab yang jelas, atau kadang ada orang yang merasa ingin melakukan sesuatu yang aneh, seperti mencuri, merampas, bunuh diri, dll. tanpa penyebab yang jelas, padahal
sesungguhnya itu berasal dari alam pikiran bawah sadarnya. Alam pikiran bawah sadar yang merupakan gudang penuh “misteri” dan “kekotoran batin” ini dapat dibersihkan hanya melalui teknik meditasi “mindfulness”. Menurut ilmu jiwa Buddhis, pikiran disebut sebagai “citta” atau “vinnana”, ungkap Prof. Chamlong. “Pikiran (Nama) adalah kondisi atau fenomena mental yang mampu mengenali suatu objek (arammana)”, sambungnya. Arammana berarti objek indera eksternal, meliputi objek penglihatan, bunyi, bau-bauan, citarasa, sentuhan dan objek pikiran. Pikiran bermanifestasi dalam dua level, yaitu “vithi citta” (pikiran aktif) dan “bhavanga citta” (pikiran pasif, dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai “life continuum” atau kelanjutan hidup). “Vithi citta” setara dengan pikiran sadar dan prasadar menurut Freud seperti diulas di atas, yaitu pikiran yang mampu mengenali diri sendiri, perbuatan sendiri, dan reaksi terhadap rangsangan dari lingkungan. Lihat tabel berikut untuk membandingkan konsep Buddhis dan konsep psikologi Freud.
Tabel 1.

Perbandingan konsep psikologi Buddhis dan psikologi Freud.
Psikologi Buddhis Psikologi Freud

Vithi Citta (pikiran aktif):
Kesadaran mata (objek yang terlihat)
Kesadaran telinga (bunyi yang terdengar)
Kesadaran lidah (rasa yang terkecap)
Kesadaran hidung (bau yang tercium)
Kesadaran badan (objek yang tersentuh)

The conscious (pikiran sadar)
Kesadaran pikiran (objek yang terpikir) The preconscious (pikiran prasadar) Bhavanga Citta (pikiran pasif, kelanjutan hidup) The unconscious/ subconscious (pikiran nirsadar) Bhavanga Citta: lebih luas dari nirsadar.

Bhavanga Citta (BC)

merupakan simpanan tersembunyi dari berbagai kesan dan ingatan pikiran serta muatan lain yang tidak disadari keberadaannya oleh seseorang. BC serupa tapi tidak sama dengan pikiran nirsadar/bawah sadar dalam ilmu jiwa Barat/ Freud. BC lebih luas dari pikiran nirsadar, misalnya BC bekerja selama seseorang tertidur atau tidak sadarkan diri. Fungsi utama dari BC adalah menjaga dan merawat kehidupan seseorang (“bhava” berarti eksistensi, “anga” berarti faktor). Tanpa BC, seseorang tak dapat hidup. Cukup menarik, bahwa BC dapat timbul di antara Vithi Citta saat ini dan berikutnya, BC dapat timbul dalam waktu yang sangat singkat, di antara satu siklus pikiran (muncul, bertahan, dan lenyapnya pikiran) dan pikiran berikutnya.

Dalam Buddhisme Mahayana dikenal juga dengan sebutan “Alayavinnana”, atau gudang pikiran atau nirsadar. Meditasi membersihkan “kekotoran mental”. Tujuan kita mempelajari pikiran, tentulah untuk mencapai sasaran menemukan cara efektif melatih pikiran supaya sehat, bahagia, bebas dari stres, amarah, kedongkolan, kegelisahan, iri hati, dorongan nafsu yang mencemaskan, yang secara keseluruhan kita sebut “kekotoran batin/mental”. Menurut pakar ilmu kesehatan jiwa dan meditasi Prof. Chamlong, gudang besar dari kekotoran mental terletak di alam bawah sadar yang disebut Bhvanga Citta (BC) seperti diuraikan di atas. Lantas, bagaimanakah kita dapat mencapai alam BC itu untuk dapat membersihkannya?

Jawaban beliau tegas dan singkat, hanya melalui meditasi “mindfulness” (kewaspadaan penuh). Berikut kita ulas secara ringkas metodenya. Seperti kita ketahui, meditasi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu meditasi konsentrasi (Samatha) dan meditasi kewaspadaan penuh (Vipassana). Meditasi konsentrasi hanya bertujuan pada ketenangan dan kestabilan mental. Objek konsentrasinya adalah realita konvensional, seperti konsentrasi pada mantra/doa, suara, cakra/bagian tubuh, figur luhur, lilin, napas, dll. Meditasi kewaspadaan penuh bertujuan pada mencapai kebijaksanaan mental (panna), pencerahan spiritual, menyadari penuh sifat universal perubahan dan ketidakkekalan serta ketiadaan ego. Pada akhirnya mencapai kebebasan total dari penderitaan (Nibbana). Objek meditasinya adalah realita hakiki, yang disebut Nama (mentalitas, psikis) dan Rupa (materialitas, fisik), atau fenomena psikofisikal. Untuk membedakan realita konvensional dan realita hakiki, Lihat tabel-2 berikut.
Tabel-2. Realita objek meditasi.

Realita hakiki Realita konvensional
Objek visual (bentuk) Hewan, manusia, dll.
Objek auditorik (bunyi) Bunyi musik, keributan, dll.
Objek penciuman (bau) Wangi makanan, bau sampah, dll.
Objek pencicipan (citarasa) Makanan enak, tidak enak, dll.
Objek sentuhan (dingin, panas, lembut, keras, longgar, tegang, bergerak) Udara dingin, kapas lembut, alas keras, kaki yang sedang berjalan, dll.
Objek pikiran (berpikir, imajinasi, refleksi) Berpikir tentang kerja, uang, keluarga, dll.

Jadi jelaslah bahwa melihat atau mengamati hal yang sama tapi apa yang dicatat dalam pikiran yang membedakan apakah itu meditasi vipassana kesadaran penuh ataukah konsentrasi biasa untuk ketenangan. Misalnya kalau mendengar musik, kalau tidak menikmatinya atau mengasosiasikan denganpenyanyinya dll. itulah meditasi vipassana, hanya mendengar ada bunyi, yangtimbul, kalau diperhatikan terus, suatu saat lalu akan lenyap. Demikian pulamelihat suatu objek hanya melihat ada objek, tidak memperhatikan baik burukatau karakteristik fisik lainnya. Misalnya memperhatikan gerakan perut waktu
bernapas, kalau pada vipassana maka perhatian pada gerakan naik turun saja sebagai objek hakiki, bukan pada dinding perutnya yang merupakan objek duniawi. Demikian secara ringkas tentang meditasi kewaspadaan penuh. Semoga membawa kebahagiaan bagi semua. (ditulis oleh dr. Willie Japaries, email: japariesw@yahoo.com; Hp: 0816908022).

Catatan Singkat ber Dhammayatta ke India dan Nepal Oleh PMy. Gunawan Sutardi

29 oktober – 7 November 2013
Pada hari itu, Selasa 29 Oktober 2013 cuaca Jakarta agak terik. Saya berangkat ke Bandara Soekarno Hatta menggunakan taxi dari Emporium Pluit Mall, di mana sebelumnya diantar oleh Bajaj dari rumah, karena untuk mendapatkan taxi dari rumah harus memerlukan waktu.

Kira-kira jam 12.00 saya tiba di terminal pemberangkatan 2D luar negeri,di mana sebelumnya sudah diberitakan via sms oleh Bapak Suhardiman selaku Panitia Dharmayatra dari Yayasan Hadaya Vatthu. Setelah memberitahukan kehadiran, sambil menunggu peserta yang belum datang, kami menunggu beberapa saat sebelum masuk ke dalam Bandara.

Setelah melewati beberapa tahapan di dalam Bandara seperti : bagasi, pengecekan oleh petugas imigrasi,serta pengecekan keseluruhan barang-barang yang dibawa secara hand carrier, kami menunggu beberapa saat sebelum diberitahukan bahwa Airline yang kami gunakan yakni Mihin Lanka dengan kode penerbangan MJ 604 dimana jadwal keberangkatan jam 14.30 dari Bandara Soekarno Hatta ditunda 30 menit, karena keterlambatan kedatangan pesawat. Sekitar jam 15.00, kami penumpang pesawat Air Bus A320 Mihin Lanka dipersilahkan naik ke pesawat.

Perjalanan dari Bandara Soekarno Hatta menuju Bandara Bandaranaike International Airport Colombo ditempuh dalam jangka waktu kurang lebih 4 jam menyusuri tepi pantai kepulauan Sumatera dan kira-kira rombongan tiba di Bandara Bandaranaike International Airport Colombo jam 18.30 waktu setempat, dimana perbedaan waktu antara Jakarta dengan Colombo 1 ½ jam.

Sepintas Bandara Bandaranaike International Airport Colombo seperti Bandara Soekarno Hatta, Cuma tidak seramai Bandara Soekarno Hatta baik pesawat maupun penumpangnya. Kami dijemput oleh Bus yang membawa kami menuju penginapan Camelot Beach Hotel di daerah Negombo, Colombo. Acara selanjutnya makan-makan dan perkenalan.

Pada hari ke 2 (30 Oktober ’13)

Setelah beristirahat di malam hari, kami mendapatkan sarapan pagi yang disediakan oleh Panitia. Agak santai kami berada di hotel, karena jadwal acara sampai siang hari hanya check-in di Bandara Bandaranaike International Airport untuk menuju Varanasi setelah tertunda 1 jam, karena bus penjemput belum datang, akhirnya pada saatnya kami bisa melanjutkan penerbangan ke Varanasi pada waktunya Jam 14.45 waktu setempat. Sekilas di sepanjang perjalanan dari hotel – Airport, kami melihat kehidupan sehari-hari masyarakat Colombo tidak sesibuk di kota-kota besar di Indonesia.

Sekitar jam 18.00 waktu setempat, kami tiba di Varanasi (India). Menurut informasi yang kami dengar dari Tour Leader yang menyertai perjalanan kami, Varanasi adalah nama sebutan tempat yang biasa diucapkan oleh umat Hindu, sedangkan Benares yang biasa disebut oleh umat Buddha. Kata Varanasi berasal dari nama 2 sungai yang berada di tempat tersebut yaitu Sungai Varuna dan Sungai Asi.

Penduduk kota Varanasi berjumlah 3 juta jiwa, dimana 80% penduduknya beragama Hindu pengikut Dewa Siwa dan sisanya campuran beragama Buddha, Katholik dan Muslim. Menurut Tour Leader kami, Varanasi merupakan salah satu dari 4 kota tertua di dunia selain Beijing, Jerusalem dan Mesir.

Setibanya kami di kota Varanasi (Benares), rombongan langsung menuju Sungai Gangga yang merupakan sungai tertua di dunia dan dihormati terutama oleh Umat Hindu. Pada malam hari itu, kami melihat upacara kremasi jasad di beberapa tempat di pesisir kanan Sungai Gangga yang kami lalui. Setelah melakukan ritual melepas persembahan di Sungai Gangga berupa lilin (Saya tidak ikut ritual tersebut, karena dapat mengotori Sungai Gangga dan saya hanya melakukan pelimpahan jasa) rombongan kembali ke tempat semula dengan melanjutkan perjalanan ke Wat Thai Sarnath, tempat kami makan malam dan menginap.

Pada hari ke-3 (31 Oktober ’13)

Di hari ke 3, pagi-pagi sekali kami sudah bangun dan sarapan. Sehabis sarapan kami berjalan-jalan di area Vihara (Wat) dan masuk ke dalam Dhammasala, dimana terdapat 3-4 Bhikkhu sedang melantunkan paritta, kami mengikuti dengan mengambil tempat duduk beberapa meter di belakang para Bhikkhu. Sehabis puja bakti kami beramah tamah sejenak dengan salah satu Bhikkhu dan kebetulan diantara kami ada yang bisa berkomunikasi dalam bahasa Thailand, karena pernah tinggal di Thailand selama 4 tahun, yaitu Romo Suyanto dari Bandung.

Dari Dhammasala, kami melihat-lihat pada area lainnya, tepatnya kami mengunjungi patung Buddha Gotama dalam posisi berdiri. Patung tersebut teramat Agung bagi kami. Namo Buddhaya, demikian kami mengucapkan sambil tangan beranjali dan menundukkan badan.

Tepat pukul 07.00 pagi waktu setempat, rombongan memulai untuk ber-Dhammayatta. Tempat pertama yang dikunjungi adalah Taman Rusa Isipatana, Benares yang hanya ditempuh beberapa menit dari Wat Thai. Suatu komplek situs peninggalan Buddha Dhamma yang cukup luas, dimana dipenuhi oleh bangunan-bangunan yang terbuat dari lempengan batu bata dengan ketinggian tertentu.

Pada waktu kami memasuki komplek tersebut terdapat rombongan dari Thailand yang sedang memanjatkan paritta-paritta suci, kemudian rombonganpun tidak mau ketinggalan dengan memajatkan paritta-paritta suci serta berpadakkhina sebanyak 3 kali yang dipimpin oleh Romo Suyanto.

Taman Rusa Isipatana dikenal sebagai tempat dimana untuk pertama kalinya Buddha Gotama memutar Roda Dhamma dengan Dhammacakkappavattana Suttanya yang sangat terkenal, dimana didalamnya terdapat Catur Ariya Saccani dan Ariya Atthangika Magga.

Pada situs ini terdapat situs peninggalan Mulagandha Kuti, dimana kuti ini dipakai oleh Sang Buddha untuk bermeditasi, dengan berukuran pada masing-masing sisinya 18,29 meter dengan tinggi 61,0 meter menurut musafir dari China Hiuen Tsang, juga pilar Raja Ashoka ( 272-232 SM) serta stupa sangat megah Dhammek Stupa.

Disamping itu terdapat Panchay Tan Temple, konon tempat ini diyakini sebagai tempat Pancavaggiya (Y.M Bhikkhu Kondañña, Assaji, Vappa, Mahanama dan Bhaddiya) berdiskusi. Komplek situs peninggalan ini semuanya dibangun oleh Raja Ashoka. Rombongan sempat berkunjung ke Vihara Sri Lanka yang berada berdampingan dengan komplek Situs Taman Rusa Isipatana yang dibangun oleh Anagarika Dharmapala.

Sebelum kembali ke Wat Thai rombongan mampir ke Museum Arkeologi Sarnath. Sayangnya, didalam museum rombongan tidak diperkenankan mengambil gambar/photo. Didalam museum ini, tersimpan :

1. Bagian atas (patung singa 4 posisi) asli pilar Ashoka

2. Patung Bodhisatta berdiri pertama kali

3. Patung Buddha Gotama dengan sikap tangan memutar Roda Dhamma/Dhammacakkappavattana yang ditemukan pada Mulaganda kuti Buddha dikomplek Taman Rusa Isipatana.

Rombongan kemudian kembali ke Wat Thai untuk makan siang dan check out untuk melanjutkan perjalanan ke Shrasvati. Perjalanan dari Varanasi/Benares menuju Shrasvati sepanjang 370 km ditempuh dalam jangka waktu ± 10 jam, melewati Jainpur karena pada daerah-daerah tertentu yang dilalui oleh Bus yang mengangkut rombongan kami kondisi infrastrukturnya kurang menguntung selain jalanan yang kurang lebar, juga tidak beraspal. Rombongan tiba di kota Shrasvati (Savatthi) menjelang jam 11.00 malam dan menginap di hotel Pawan Palace

Pada hari ke 4 (1 November ’13)

Esok pagi dihari ke 4, rombongan sudah memulai kunjungan ke Jetavana Arama milik hartawan Anāthapindika. Arama dimana Sang Buddha menyampaikan Mangala Sutta (Sutta Tentang Berkah Utama) sebagaimana diketahui dari cerita Buddhis bahwa hartawan Anāthapindika membeli tanah milik Pangeran Jeta tersebut dengan nilai yang luarbiasa, yaitu menutupi semua tanah untuk arama tersebut dengan kepingan emas dan ada bagian tertentu tanah tersebut dimana Pangeran Jeta sendiri berdana untuk Arama.

Rombongan memasuki area tersebut diwajibkan memakai pakaian serba putih. Setelah melakukan Puja bakti yang dipimpin oleh Bhikkhu setempat, rombongan beranjak ke situs peninggalan rumah hartawan Anāthapindika dan goa Angulimala sebelum kembali ke hotel untuk makan siang.

Sehabis makan siang, rombongan menuju Taman Lumbini yang berjarak 250 km dari Shrasvati / Savatthi dan ditempuh dalam jangka waktu > 7 jam . Rombongan langsung menuju Hotel Zambala di Mahilwar, Rupandehi, Lumbini (Nepal) untuk makan malam dan beristirahat.

Pada hari ke 5 (2 November ’13)

Kami anggota rombongan Hadayavatthu sudah siap-siap untuk melihat dari dekat Taman Lumbini termasuk check out dari hotel. Rombongan tiba dipintu masuk Taman Lumbini sekitar jam 07.00 lewat beberapa menit, karena sebelumnya sudah diberitahukan oleh Sdri Stephani selaku pimpinan rombongan untuk secepatnya mengadakan perjalanan ke Kushinagar/Kusinara yang akan memakan waktu perjalanan selama 6 jam.

Setiap peserta rombongan diangkut oleh riksaw/sejenis becak dengan pengayunnya berada di depan penumpangnya untuk sampai di situs Lumbini yang diyakini tempat kelahiran Bodhisatta Pangeran Siddhartta yang kelak menjadi Buddha.

Didalam situs, rombongan sempat melakukan padakkhina dan diluar situs, rombongan melakukan meditasi. Setelah seluruh peserta puas melihat-lihat di area Taman Lumbini, rombongan melaju menuju Kushinagar/Kusinara dengan makan siang di dalam bus.

Setiba di Kushinagar/Kusinara, rombongan langsung menuju situs peninggalan Sang Buddha mencapai Parinibbana dibulan Waisak di usia 80 tahun. Sebelum memasuki area komplek panitia mempersiapkan jubah yang akan diselimuti pada patung Sang Buddha dalam posisi tidur. Setelah memasuki Vihara, rombongan melakukan puja bakti dengan memanjatkan paritta suci dan melakukan padakkhina sebanyak 3 kali.

Selanjutnya rombongan menuju Wat Thai di Kushinagar untuk makan malam dan beristirahat. Tanpa dinyana kami bertemu dengan rombongan Y.M Bhikkhu Wongsin dari Vipassana Graha Bandung yang terdiri dari beberapa upasaka-upasika dan pabbaja Samanera sementara diantaranya Samanera Katthika /anak mendiang Romo Yos.

Dihari-hari berikutnya, rombongan menuju Vaishali dengan mengunjungi Pilar Asokha dan situs peninggalan lainnya di Kesariya, Hutan Uruvela dan rumah Ibu Sujata yang telah berdana makanan kepada pertapa Siddhatta sebelum mencapai penerangan sempurna serta sungai Neranjara yang sedang mengering. Akhirnya kami sampai juga di Bodh Gaya pada malam hari dan menuju Wat Buddhasavika (Thai Nun) untuk makan malam dan beristirahat

Keesokan harinya, barulah rombongan berDhammayatta kekomplek situs peninggalan di Bodh Gaya satu tempat yang sangat diyakini oleh Umat Buddha, dimana pertapa Siddhatta mencapai Penerangan Sempurna dibawah pohon Bodhi lewat perjuangan yang luar biasa dengan mengalahkan Mara sebelumnya.

Didalam komplek tersebut terdapat Vihara Mahabodhi yang mempunyai ketinggian 58 meter yang dibangun oleh Raja Ashoka. Arsitekturya yang indah dilengkapi oleh beberapa situs peninggalan diantaranya 7 tempat yang berbeda di sekitar area pohon Bodhi tersebut untuk mengalami kebahagiaan Pembebasan (Vimutti Sukha) selama seminggu pertama Sang Buddha duduk terus bermeditasi dengan merenungkan tentang Paticcasamupada. Selanjutnya, Sang Buddha bangkit dan berjalan ke arah timur laut. Dengan posisi berdiri Beliau selama seminggu menatap pohon Bodhi terus menerus tanpa berkedip sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada pohon Bodhi.

Selama seminggu berikutnya, Sang Buddha menciptakan yang disebut Ratanacaṅkama di udara lalu berjalan-jalan disana, guna menghapuskan keragu-raguan para Dewa, tentang Penerangan Sempurna yang telah di raih-Nya. Selanjutnya, Sang Buddha duduk di dalam Wisma Permata selama seminggu yang telah Beliau ciptakan untuk merenungkan tentang Abhidhamma Pitaka.

Diminggu berikutnya, Sang Buddha beralih duduk di bawah pohon Banyan tidak jauh dari pohon Bodhi untuk menikmati kebahagiaan pembebasan. Di minggu ini putri Mara – Tanha, Arati dan Raga datang untuk menggoda dengan berbagai cara. Pada kurun waktu seminggu ke 6, Sang Buddha pindah ke kaki pohon Mucalinda. Selama 7 hari ini dibawah pohon Mucalinda Sang Buddha menikmati kebahagiaan Pembebasan lagi. Pada waktu itu terjadi badai besar, yang diiringi oleh hujan lebat dan udara dingin, raja naga Mucalinda keluar dari kediamannya dan melilitkan badan ketubuh Sang Buddha untuk melindungi.

Dan selama seminggu terakhir/ minggu ke tujuh. Sang Buddha pindah dan duduk di bawah pohon Rajayatana di selatan pohon Bodhi dan bermeditasi kembali. Semua tempat ini masih dilestarikan dan dapat dilihat di komplek Bodh Gaya.

Dengan dipimpin oleh saya sendiri ditemani oleh Romo Suripto, Romo Suyanto dan Romo Warto serta peserta lainnya, kami memanjatkan Mangala Paritta dihadapan pohon Bodhi tempat pertapa Siddhattha mencapai Penerangan Sempurna.

Di dalam komplek situs Bodh Gaya ini kita akan mendapati tempat Sang Buddha melakukan meditasi berjalan / Caṅkamana. Sungguh memberikan getaran yang luar biasa kepada saya. Praktis di dalam komplek ini, peserta memerlukan waktu hampir 1 hari, karena banyak situs peninggalan yang perlu dilihat, dan menurut saya ber-Dhammayatta ke Bodh Gaya merupakan puncak acara berDhammayatta. Tempat yang terakhir kami kunjungi selama ber-Dhammayatta diantaranya : Bukit Gijjhakutta, Reruntuhan Universitas Nalanda dan penjara Raja Bimbisara.

Bukit Gijjhakutta di Rajagaha/Rajgir dikenal dalam cerita Buddhis, dimana Bhikkhu Devadatta yang berambisi menjadi Ketua Sangha ingin membunuh Sang Buddha dengan mendorong bongkahan batu besar dari atas bukit Gijjhakutta dan hanya menciderai ibu jari Kaki Sang Buddha. Bila kita melihat bukit Gijjhakutta memang bukit itu terdiri dari bongkahan batu besar.

Selanjutya rombongan mengunjungi reruntuhan Univeritas Nalanda yang konon memiliki 10.000 mahasiswa dan kebesaran bangunan Universitas tersebut berukuran panjang 10 Km dan lebar 5 Km. Universitas Nalanda merupaka tempat pembelajaran Agama Buddha dunia pada saat itu. Konon akhirnya Universitas Nalanda harus menghadapi kenyataan diserang oleh tentara invasit dan dibakar. Banyak mahasiswa dibunuh dan lari, karena mereka katanya tidak mau melukai/membunuh tentara yang menyerangnya. Luar Biasa! Pancasila Buddhis benar-benar dipraktekan oleh para Mahasiswa-mahasiswa Buddhis tersebut. Dan Universitas Nalanda itu dibakar, dimana apinya tidak padam selama 6 bulan. Maka dari iu beberapa dari kami, sempat melakukan pelimpahan jasa kepada makhluk-makhluk yang berada disekitar Universitas Nalanda.

Sambil jalan kembali ke Wat Thai di Gaya, rombongan sempat mampir pada situs peninggalan penjara Raja Bimbisara. Sebagaimana diketahui, Raja Bimbisara merupakan pendukung Buddha Sasana dan mempunyai putra bernama pangeran Ajatasattu. Konon pada waktu istri Raja Bimbisara yakni Ratu Dewi Vedehirajadevi mengidam ingin menghisap darah Raja Bimbisara dan diberikan oleh Raja Bimbisara. Setelah dewasa Pangeran Ajatasattu sering berteman dengan Bhikkhu Devadatta dan akhirnya menghasut, sehingga Pangeran Ajatasattu dinobatkan menjadi Raja menggantikan Raja Bimbisara yang kemudian dipenjarakan oleh anaknya sendiri.

Di dalam penjara Raja Bimbisara tidak diberikan makanan, maka dari itu sang istri selalu membaluri badannya dengan madu untuk Raja Bimbisara. Selama di penjara Raja Bimbisara rajin bermeditasi jalan / caṅkamana dan mencapai tingkat kesucian Sotapanna. Akhirnya Raja Ajatasattu mengetahui kebiasaan Raja Bimbisara bermeditasi dan mengirim tukang cukur ke penjara Raja Bimbisara mengira anaknya sudah sadar akan kekeliruannya, namun apa yang terjadi ? Tukang cukur itu menguliti telapak kaki Raja Bimbisara sehingga meninggal dunia.

Demikianlah kisah yang tercatat didalam cerita Buddhis. Seorang anak kandung sampai hati membunuh Ayahnya sendiri akibat bergaul dengan Bhikkhu Devadatta. Raja Ajatasattu dan Bhikkhu Devadatta sekarang ini berada di Avici Niraya / Neraka Avici. Selesai sudah perjalanan Dhammayatta kami, begitu tiba di Wat Thai untuk beristirahat, karena esok hari hanya perjalanan dari Gaya menuju Airport di Varanasi untuk kembali ke Colombo.

Di Colombo, rombongan menginap selama 1 malam, sebelum keesokan harinya kembali ke Jakarta.

Kesimpulan :

Dhammayatta adalah suatu perjalanan untuk melihat lebih dekat situs-situs peninggalan Buddha Gotama sebagaimana yang dianjurkan oleh Sang Buddha sendiri kepada kita sebagai umat-Nya sehingga meningkatkan Saddha (keyakinan).

Saya takjub dan terheran-hera khususnya kepada hal bagaimana Sang Buddha setelah mencapai penerangan sempurna di Bodh Gaya berjalan ke Taman Rusa Isipatana di Benares / Varanasi untuk memutar Roda Dhamma yang berjarak ratusan kilometer antara Bodh Gaya- Benares.

Anumodana dan ucapan terima kasih :

1. Kepada Yayasan Hadayavatthu yang telah memberikan fasilitas kepada kami berempat (Pdt. Warto, P.My.Gunawan Sutardi, P.Md. Suripto, dan P.Md. Suyanto) untuk berDhammayatta dengan gratis.

2. Kepada Pengurus Pusat Magabudhi yang telah memberikan kepercayaan serta dukungan kepada kami untuk berDhammayatta tanpa diduga sebelumnya.

Referensi :

Kronologi Hidup Buddha oleh Bhikkhu Kusala Dhamma

MENGAPA BERBUAT BAIK Oleh Pdt. Dr. Dharma K. Widya, M.Kes, SpAk.

  1. Bayangkanlah sekiranya anda diberikan uang sebesar lima juta rupiah. Anda boleh mempergunakan uang tersebut untuk membeli apa yang anda inginkan seperti jam tangan, telepon genggam, makan-makan di restoran, membeli baju dan sebagainya.   Apakah anda berbahagia? Tentu ada rasa bahagia, cobalah rasakan seberapa besar rasa bahagia anda.
  2. Sekarang, bayangkanlah sekiranya anda diberikan uang sebesar lima juta rupiah. Anda boleh mempergunakan uang tersebut untuk menolong orang lain yang membutuhkan seperti menolong teman yang sakit, membantu tetangga yang kesusahan, berdana ke panti asuhan dan sebagainya, tentu anda pun  merasa berbahagia. Pertanyaannya, lebih besar mana, kebahagiaan mempergunakan uang untuk keperluan diri sendiri atau mempergunakan uang dengan jumlah yang sama untuk membantu orang lain yang membutuhkan?
  3. Ketika hal ini ditanyakan kepada banyak teman, umumnya menjawab bahwa mempergunakan uang tersebut untuk orang lain terasa lebih membahagiakan. Tentu jawaban tersebut tulus, walaupun mungkin saja ada yang dalam hatinya merasa sebaliknya tetapi ‘malu’ menyatakannya karena takut akan dianggap kurang berjiwa ‘sosial’.
  4. Ada penelitian terkait dengan hal itu. Peserta penelitian diberi sejumlah uang dan dua pilihan : mereka dapat mempergunakan uang itu untuk diri mereka sendiri (seperti membayar tagihan atau pengeluaran, atau memberi hadiah untuk diri sendiri) atau mempergunakan uang itu untuk orang lain (sebagai dana amal atau sebagai hadiah).
  5. Ditemukan dua hal. Pertama, sesuai dengan hasil penelitian lainnya, orang-orang pada umumnya merasa lebih berbahagia ketika mereka diminta untuk mengingat saat mereka membeli sesuatu untuk orang lain – lebih bahagia dibandingkan mereka mengingat membeli sesuatu untuk diri mereka sendiri. Dan rasa lebih bahagia ini tidak bergantung pada besarnya uang yang dipergunakan, apakah misalnya dua puluh dolar atau seratus dolar.
  6. Penemuan kedua lebih provokatif. Semakin lebih bahagia peserta merasa akan perbuatan baik mereka di masa lampau, semakin besar keinginan mereka untuk menggunakan uang mereka untuk orang lain ketimbang untuk diri mereka sendiri. Memang tidak semua peserta merasa berbahagia dengan mengingat perbuatan baik mereka di masa lalu. Namun mereka yang merasa berbahagia terdorong untuk meningkatkan perbuatan baik mereka. Jadi disimpulkan bahwa ada hubungan timbal balik positif antara berbuat kebaikan dan kebahagiaan, keduanya saling mendukung satu sama lain. Sederhananya, berbuat kebaikan menimbulkan kebahagiaan dan kebahagiaan mendorong untuk berbuat kebaikan.
  7. Jadi ada insentif untuk berbuat baik pada orang lain : hal itu akan membuat anda lebih bahagia! Dalam sebuah penelitian dilibatkan enam puluh mahasiswa untuk menyelesaikan sebuah survey online setiap hari selama tiga minggu untuk mengetahui berapa banyak mereka berpartisipasi dalam kegiatan hedonik atau mencari kesenangan indera, dan  di sisi lain adalah kegiatan yang mempunyai makna seperti menolong orang lain, mendengarkan masalah teman atau membantu orang lain mencapai cita-citanya. Didapatkan kesimpulan bahwa semakin seseorang berpartisipasi dalam kegiatan yang mempunyai makna, semakin berbahagialah ia dan hidupnya terasa semakin bermakna pula. Di sisi lain, kegiatan mencari kesenangan indera tidak membuat seseorang menjadi lebih bahagia.
  8. Ada cerita. Suatu ketika Mahakassapa Thera sedang berdiam di gua Pippali dan berada dalam suasana batin khusuk bermeditasi mencapai konsentrasi tercerap (samapatti) selama tujuh hari. Segera setelah beliau bangun dari samapatti, beliau berkeinginan memberi kesempatan pada seseorang untuk mendanakan sesuatu kepada orang yang baru bangkit dari samapatti. Beliau melihat keluar dan menemukan seorang pelayan muda sedang menabur jagung di halaman rumah. Maka beliau berdiri di depan pintu rumahnya untuk menerima dana makanan. Wanita itu meletakkan seluruh jagungnya ke mangkuk beliau. Ketika wanita itu pulang setelah mendanakan jagung, ia dipatuk oleh seekor ular berbisa dan meninggal dunia. Ia terlahir kembali di alam surga Tavatimsa dan dikenal sebagai Lajadevadhita. “Laja” berarti jagung.
  1. Laja menyadari bahwa iia terlahir kembali di alam surga Tavatimsa karena dia telah berdana jagung kepada Mahakassapa Thera, maka ia sangat menghormati Mahakassapa Thera. Kemudian Laja memutuskan, ia harus melakukan jasa baik kepada beliau agar kebahagiaannya dapat bertahan. Jadi setiap pagi wanita itu pergi ke vihara tempat Mahakassapa Thera berdiam, menyapu halaman vihara, mengisi tempat air, dan melakukan jasa-jasa lainnya.
  1. Pada mulanya Mahakassapa Thera berpikir samanera-samanera yang melakukan pekerjaan tersebut. Tetapi pada suatu hari beliau mengetahui yang melakukan pekerjaan tersebut adalah seorang dewi. Kemudian beliau memberi tahu dewi tersebut untuk tidak datang ke vihara itu lagi. Orang-orang akan membicarakan hal-hal yang tidak baik jika ia tetap datang ke vihara. Mendengar hal itu, Lajadevadhita sangat sedih, menangis dan memohon kepada beliau, “Tolong jangan hancurkan kekayaan dan harta benda saya.”
  1. Sang Buddha mendengar tangisannya dan kemudian mengirim cahaya dari kamar harum Beliau dan berkata kepada dewi tersebut, “Devadhita, itu adalah tugas murid-Ku Kassapa untuk melarangmu ke vihara, melakukan perbuatan baik adalah tugas seseorang yang berniat besar memperoleh buah perbuatan baik. Tetapi, sebagai seorang gadis, tidak patut untuk datang sendirian dan melakukan berbagai pekerjaan di vihara.”

 

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:

Puññañ ce puriso kayirā

Kayirāth’ enaṃ punappunaṃ

tamhi chandaṃ kayirātha

sukho puññassa uccayo.” (Dhammapada 118)

Apabila seseorang berbuat bajik,

hendaklah dia mengulangi perbuatannya itu

dan bersuka cita dengan perbuatannya itu,

sungguh membahagiakan akibat dari memupuk perbuatan bajik.

Lajadevadhita mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir

  1. Keinginan untuk berbuat baik tentu perlu didasari oleh adanya perasaan cinta kasih yang ditandai oleh adanya sikap suka menolong, keinginan kuat untuk menyejahterakan makhluk lainnya. Cinta kasih yang dikembangkan akan memberikan kebahagiaan bagi diri sendiri maupun bagi makhluk-makhluk lain yang berada di sekitarnya. Dalam Visuddhimagga terdapat kisah tentang seorang tuan tanah dari Pataliputta (sekarang Patna)  yang bernama Visakha. Ia mendengar pula bahwa Sri Lanka adalah taman Dhamma yang sejati dengan cetiya dan stupa yang tidak terhitung banyaknya menghiasi pulau itu. Diberkahi dengan cuaca yang menyenangkan, penduduknya bertingkah laku baik dan benar, mengikuti Ajaran Sang Buddha dengan penuh semangat dan ketulusan.
  1. Visakha memutuskan untuk pergi ke Sri Lanka dan menjalani sisa hidupnya di sana sebagai bhikkhu.  Maka, setelah meninggalkan kekayaannya yang besar kepada isteri dan anaknya, ia meninggalkan rumah dengan satu mata uang emas. Ia berdiam beberapa waktu di kota pelabuhan Tamralipi (sekarang Tamluk) menunggu kapal, dan sementara itu ia berniaga dan berhasil memperoleh seribu mata uang emas. Akhirnya ia mencapai Sri Lanka dan pergi ke ibukota yaitu Anuradhapura. Ia mengunjungi Mahavihara yang terkenal dan memohon kepada kepala vihara untuk dapat memasuki Sangha.
  1. Ketika menuju ruang untuk upacara penahbisan bhikkhu, kantong uang yang berisikan mata uang emas terjatuh dari pinggangnya. Ketika ditanya,”Apakah itu?”, ia menjawab, “Saya mempunyai seribu mata uang emas, Bhante”. Ketika diberitahu bahwa seorang bhkkhu tidak diperkenankan memiliki uang sama sekali, ia pun berkata,”Saya tidak ingin memilikinya tetapi saya ingin membagikannya kepada siapa pun yang hadir dalam upacara ini.” Maka ia membuka kantong uangnya, menebarkannya di halaman dan berkata,”Jangan ada seorang pun yang datang menyaksikan penahbisan Visakha pulang dengan tangan hampa.”
  1. Setelah lima tahun bersama dengan guru pembimbingnya, Visakha memutuskan untuk pergi ke hutan Cittalapabbata yang terkenal, tempat banyak bhikkhu dengan kekuatan supranatural berdiam. Ia pergi menuju ke vihara hutan tersebut, namun di tengah perjalanan menjumpai jalanan bercabang dan ia berdiri bertanya-tanya jalan mana yang harus ditempuh. Karena ia selalu melaksanakan meditasi cinta kasih (metta bhavana) dengan tekun, ia berjumpa dengan dewa yang tinggal di tempat itu dan dewa itu  menunjukkan jalan yang benar kepadanya. Setelah tiba di vihara hutan Cittalapabbata, ia mendiami salah kuti di sana.
  1. Setelah berdiam di sana selama empat bulan, ketika  berpikir untuk meninggalkan tempat itu pada keesokan harinya ia mendengar suara menangis dan iapun bertanya,

”Siapa itu?”, dijawab oleh dewa yang tinggal di pohon manila di ujung jalan,

”Bhante, saya adalah Maniliya”.

“Mengapa engkau menangis?:”

“Karena Bhante berpikir akan pergi dari sini.”

“Apa kebaikannya dengan berdiamnya aku di sini untukmu?”

“Bhante, selama Bhante tinggal di sini, para dewa dan makhluk-makhluk halus lainnya

memperlakukan lainnya dengan keramahan. Bila anda pergi, mereka akan kembali mulai

bercekcok dan bertengkar.”

“Baiklah, apabila tinggalnya aku di sini membuat engkau semua hidup dalam damai, itu

baik.”

Dan ia pun tinggal kembali di tempat itu untuk empat bulan berikutnya. Diceritakan bahwa

ketika ia kembali berpikir untuk pergi, dewa itu pun menangis kembali. Maka ia pun

berdiam di tempat itu seterusnya dan mencapai Nibbana di tempat tersebut.

  1. Ajaran Buddha sesungguhnya sangat sederhana : tidak berbuat jahat, tambahlah kebaikan, sucikan pikiran. Bagi siapa saja yang merasa kurang bahagia dan ingin lebih bahagia, tidak ada salahnya mencoba resep ini : berbuatlah baik pada orang lain. Tidak percaya? Dicoba saja, pasti berhasil karena kan sudah diteliti dan terbukti kebenarannya!

Bahan bacaan :

  1. http://ceritadhammapada.blogspot.com/2010/09/kisah-lajadevadhita-dhammapada-9-118.html.
  2. http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/buddharakkhita/wheel365.html . Retrieved on 14 June 2013.
  3. Kindness Makes You Happy… and Happiness Makes You Kind.  Alex Dixon, September 6, 2011.
  4. Metta: The Philosophy and Practice of Universal Love. Acharya Buddharakkhita, Access to Insight, 5 June 2010.
  5. Study: Doing Good Makes You Feel Good. Melinda Wenner , 04 May 2007.