Pada hari-hari belakangan ini, mungkin para pembaca sedang sibuk ikut memilih ketua RT atau ketua RW, Bupati atau bahkan sedang memilih Gubernur di tempat anda tinggal (seperti di Jawa Barat). Begitu pun di kantor, mungkin juga sedang memilih calon pimpinan perusahaan yang baru, setelah yang lama pensiun.
Secara umum, orang yang akan kita pilih sebagai pemimpin adalah orang yang kita kenal, kita tahu asal-usulnya, tahu karakternya, calon pemimpin itu haruslah orang yang mempunyai kemampuan (kapabilitas) atau orang yang bisa diterima oleh semua pihak (akseptabilitas).
Dua kriteria ini yaitu kapabilitas dan akseptabilitas, sangatlah penting dan mendasar, dan di dalam hati kita tentu saja sangat mengharapkan bahwa idealnya, calon yang kita ajukan minimal memiliki dua prasyarat tersebut.
Kalau di dalam ketentaraan, mungkin syarat utama sebagai pemimpinnya adalah orang yang mahir menembak, berpengalaman terjun payung atau mempunyai keahlian lainnya seperti misalnya ahli di bidang intel atau orang yang pandai ilmu bela diri. Begitu juga pemimpin pengeboran minyak di lepas pantai misalnya, yang dipilih biasanya adalah orang yang ahli di bidang itu (capable), dan bukan orang yang pandai bergaul seperti kita mencari seorang penyelia/supervisor.
Lain lagi kalau yang dibutuhkan adalah pengurus RT/RW, mungkin yang penting adalah orangnya bisa diterima oleh semua kalangan (acceptable). Sedangkan kemampuan dia untuk memanajemeni orang lain dan kemampuan lainnya seperti, bagaimana cara berbicara di depan umum dengan baik atau memimpin berbagai kegiatan, itu bisa dilatih nanti (kemudian).
Dua kriteria itu populer! Tapi selama ini saya melihat, di dalam organisasi sosial, ada satu prasyarat lagi yang menurut saya malahan lebih utama, sehingga saya mengusulkan agar ke depan, hal ini hendaknya diperhatikan, yaitu tingkat keberadaan pemimpin tersebut (availabilitas). Sebab, betapa mampu dan disukainya pun pemimpin tadi, tapi kalau tidak pernah hadir di tengah-tengah kita, ya sama juga bohong! Alias namanya saja ada tapi orangnya entah di mana? Maka bagaimana mungkin dia akan mengkoordinir segala pekerjaan, bagaimana bisa mengarahkan serta membimbing kita semua? Untuk itu, bila perlu sejak awal tanyakan dulu kesanggupannya/kesediaannya untuk bekerja sosial bersama kita, secara sungguh-sungguh dan bukan basa-basi semata.
Sampai di sini saya menulis, terhenti sebentar, saya menerima telpon dari kawan saya yang bercerita bahwa dia baru saja ketemu dengan seorang teman yang berganti baju, alias pakai seragam majelis lain atau pindah jalur! Maka saya merasa perlu untuk menambahkan satu syarat lagi bagi para calon pemimpin, yaitu adanya kesetiaan yang tinggi (loyalitas) terhadap perusahaan atau organisasi.
Demikianlah, semoga availabilitas menjadi tekad kita semua, danloyalitas menjadi tabiat kita yang sejati, demi terciptanya satu pengabdian yang benar-benar tulus dan bukan disertai pamrih!
Semoga para pembaca buletin/web MAGABUDHI ini senantiasa sukses dan berbahagia di dalam lindungan Tiratana, selamat mengabdi dengan tulus dan tiada henti, dan semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Jakarta, 2 November 2012, oleh: PMy. Upasanto Suwarto Atjing.